Kisah David Ozora Diangkat Jadi Film: Tuding Ketidakadilan Hukum dengan Cara Paling Menohok di Film Ozora
- X cinepolis
Kisah film mengikuti perjuangan Jonathan (Chicco Jerikho), ayah David Ozora, yang anaknya koma akibat penganiayaan seorang anak pejabat. Saat kasus ini viral, Jonathan dibantu dua sahabatnya—Melissa dan Rustam, berjuang menembus sistem hukum yang dinilai timpang.
“Banyak masyarakat tidak tahu perjalanan psikologis dan spiritual seorang ayah yang melihat anaknya menjadi korban bullying sampai harapan hidupnya hanya dua persen. Film ini juga mengangkat soal harapan dan mujizat Tuhan,” ujar Anggy Umbara.
Chicco Jerikho mengaku perannya sangat menguras energi. “Meski bukan film action, rasanya bermain di film ini sangat melelahkan. Saya harus menjaga emosi agar tetap berada di frekuensi Jonathan pada kejadian aslinya,” katanya. Energi emosional inilah yang membuat film ini terasa hidup dan jujur, jauh dari eksploitasi tragedi.
Film ini juga menyoroti solidaritas rakyat Indonesia yang, di dunia nyata, bersatu mendoakan David. Dalam film, adegan-adegan doa lintas agama diolah menjadi momen yang menyentuh, memperlihatkan bagaimana masyarakat bisa menjadi benteng terakhir melawan ketidakadilan ketika kekuasaan mencoba membungkam kebenaran.
Sinopsis
Jonathan (Chicco Jerikho) harus berjuang menyelamatkan nyawa David Ozora (Muzakki Ramdhan), yang dianiaya anak pejabat hingga koma. Bersama Melissa dan Rustam, ia melawan hukum yang dinilai tidak bersih, terutama ketika pelaku, Dennis (Erdin Werdrayana), terus mendapat keringanan berkat jabatan ayahnya yang mengaku sebagai Penguasa Jakarta Selatan.
Sementara itu, doa jutaan masyarakat Indonesia menjadi kekuatan emosional yang mendorong Jonathan terus berdiri.
Ozora bukan hanya film tentang tragedi; ia adalah refleksi sosial yang menampar kesadaran bahwa ketidakadilan bisa menimpa siapa saja, kapan saja.
Dengan eksekusi penyutradaraan yang matang, akting yang emosional, serta keberanian mengangkat isu sensitif, film ini menjadi salah satu karya paling relevan di tengah kondisi masyarakat yang semakin kritis terhadap penyalahgunaan kekuasaan.
Mengingatkan bahwa suara publik tetap memiliki kekuatan, bahkan ketika hukum tampak goyah. Di balik pekatnya konflik, tersimpan pesan harapan, bahwa cinta, solidaritas, dan keteguhan hati masih dapat menjadi cahaya yang menuntun seseorang keluar dari gelapnya ketidakadilan. (udn)
Load more