Pemain Naturalisasi Timnas Indonesia ini Sempat Trauma dengan Bahrain? Lama Dipendam, Akhirnya Jujur Bilang: Saya Bingung, Masuk Lapangan Tiba-tiba...
- instagram Diego Michiels
tvOnenews.com - Nama Diego Michiels kembali jadi sorotan setelah mengungkap pengalaman kelamnya saat membela Timnas Indonesia melawan Bahrain.
Bek keturunan Indonesia-Belanda ini mengisahkan momen memalukan ketika skuad Garuda dibantai Bahrain dengan skor mencengangkan 0-10 dalam laga Kualifikasi Piala Dunia 2014.
Kekalahan tersebut tidak hanya menjadi luka sejarah, tapi juga meninggalkan jejak emosional bagi pemain naturalisasi sepertinya.
Diego, yang kini memperkuat Borneo FC di Liga 1, memutuskan menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) pada 2011.
Saat itu, usianya masih 21 tahun dan karier sepak bolanya baru berkembang di Belanda, bersama klub Go Ahead Eagles.
Namanya kemudian dikenal luas usai memperkuat Timnas Indonesia U-23 dan menyabet medali perak di SEA Games 2011 dan 2013.
Namun, euforia itu berubah menjadi trauma saat ia tampil bersama Timnas senior melawan Bahrain pada 29 Februari 2012, di partai pamungkas Grup E Kualifikasi Piala Dunia 2014 zona Asia.
Dalam pertandingan yang digelar di Manama itu, Indonesia mengalami kekalahan paling memalukan dalam sejarah.
“Saya juga bingung sekali, serius. Saya masuk di lapangan, tiba-tiba, wah parah dalam beberapa menit kiper sudah kartu merah, penalti berapa, saya bingung sekali,” ungkap Diego, dikutip dari kanal YouTube Vivagoal.
Diego menggambarkan betapa kacaunya situasi di ruang ganti setelah pertandingan itu. “Saya lama di lapangan, mungkin sampai 30 menit baru saya masuk ke ruang ganti, itu parah sekali,” tuturnya.
Parahnya lagi, seusai pertandingan, seluruh anggota tim nasional harus menghadapi pemeriksaan oleh pihak Interpol karena muncul kecurigaan terkait pengaturan skor.
“Sampai dipanggil oleh Interpol, mungkin mereka pikir match fixing kah apa kah,” lanjutnya.
Faktanya, saat itu Timnas Indonesia tidak bisa tampil dengan kekuatan penuh. Pelatih Aji Santoso hanya bisa memanggil pemain dari Liga Primer Indonesia (IPL) akibat konflik dualisme liga yang melanda sepak bola nasional.
- Kolase tvOnenews.com / VIVAGOAL / Instagram/diegomichiels24
Beberapa nama besar seperti Irfan Bachdim, Ferdinand Sinaga, hingga Wahyu Wijiastanto masuk daftar pemain, namun tetap saja tak cukup menghadang laju Bahrain.
Apalagi ketika kiper Samsidar diganjar kartu merah di menit ketiga, yang memaksa Aji melakukan pergantian darurat dengan memasukkan Andi Muhammad Guntur.
Indonesia harus bermain dengan 10 orang sejak menit keempat—hasilnya, bencana.
Babak pertama berakhir dengan skor 0-4, dan enam gol tambahan di babak kedua membuat Indonesia pulang dengan kepala tertunduk.
Hasil ini sempat mencurigakan FIFA karena dianggap janggal, tetapi tidak ditemukan bukti kuat terkait pengaturan skor.
“Saya lama tidak keluar rumah waktu itu, wah malu sekali saya, bukan trauma sih, cuma malu sekali,” ujar Diego dalam pengakuan jujurnya.
Baginya, kekalahan itu menjadi noda tersendiri dalam perjalanan sebagai pemain naturalisasi.
Mental Diego sempat terpuruk hingga enggan keluar rumah. Ia merasakan betul tekanan yang muncul dari publik dan media.
Kini, setelah 12 tahun berselang, Indonesia kembali bertemu Bahrain. Namun kali ini dalam konteks yang sangat berbeda.
Di bawah asuhan Shin Tae-yong dan Patrick Kluivert, Timnas Indonesia tampil jauh lebih matang dan kompetitif.
Laga terbaru melawan Bahrain terjadi pada 10 Oktober 2024 dalam matchday ketiga Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. Meskipun kalah tipis, skuad Garuda tidak lagi menjadi lumbung gol seperti di masa lalu.
Timnas Indonesia kini diperkuat sejumlah pemain naturalisasi berkualitas seperti Jay Idzes, Elkan Baggott, dan potensi tambahan kekuatan dari Mees Hilgers serta Eliano Reijnders.
Timnas juga sukses menahan Arab Saudi dan menantang Australia, dua kekuatan besar di Asia, dalam laga sebelumnya.
Perubahan besar dalam struktur tim, strategi, dan mentalitas membuktikan bahwa sepak bola Indonesia telah beranjak dari bayang-bayang kekalahan memalukan itu.
Para pemain naturalisasi kini memiliki peran vital dan tampil dengan rasa percaya diri tinggi. Diego Michiels sendiri menjadi saksi transformasi itu, meskipun ia sudah tidak lagi menjadi bagian dari Timnas.
Pengalaman pahit Diego Michiels adalah pelajaran berharga. Ia menggambarkan betapa kerasnya tekanan sebagai pemain nasional, apalagi saat harus menanggung kekalahan yang dicatat sejarah.
Tapi dari pengalaman itulah muncul tekad kolektif untuk bangkit dan membentuk tim yang lebih kuat dan kompetitif.
Pemain-pemain naturalisasi saat ini pun punya motivasi ganda—tak hanya membela bendera Merah Putih, tapi juga menebus masa lalu yang kelam.
Diego bukanlah satu-satunya pemain naturalisasi yang pernah jatuh, namun kisahnya bisa menjadi pengingat bahwa kepercayaan dan tanggung jawab pada lambang negara tidak datang tanpa risiko besar.
Duel melawan Bahrain bukan hanya tentang hasil pertandingan, tetapi juga tentang penghapusan luka lama.
Kini, dengan dukungan federasi yang lebih solid dan pemain yang lebih siap, Timnas Indonesia bukan lagi tim yang dipandang sebelah mata oleh lawan-lawannya.
Kisah Diego Michiels dan kekalahan 0-10 dari Bahrain mungkin tak terlupakan, namun kini jadi bahan bakar untuk membuktikan bahwa Indonesia bisa berdiri sejajar, bahkan lebih baik dari sebelumnya. (udn)
Load more