tvOnenews.com – Setelah melewati babak panjang, akhirnya Ferdy Sambo mendapatkan vonis atas tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukannya terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Diketahui Ferdy Sambo dinyatakan bersalah karena melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Selain itu, Ferdy Sambo juga dinyatakan bersalah karena melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Ada beberapa fakta yang perlu disoroti dalam persidangan vonis Ferdy Sambo, berikut ini di antaranya.
Diketahui Ferdy Sambo mendapatkan vonis yang jauh lebih tinggi dibandingkan tuntutan yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum dituntut penjara seumur hidup untuk Ferdy Sambo.
Namun ketika sudah memasuki sidang vonis, Ferdy Sambo justru dituntut lebih tinggi yakni hukuman mati.
"Mengadali, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana turut serta melakukan tindakan pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hal melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama, menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut (Ferdy Sambo) oleh karena itu dengan pidana mati," ujar Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso.
Tangis Ibunda Brigadir J, Rosti Simanjuntak, langsung pecah sesaat setelah mendengarkan vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo. Sembari membawa potret Brigadir J yang telah dibingkai, Rosti Simanjuntak terus menangis.
Tampak juga sang anak perempuan, Yuni Hutabarat menenangkan sang ibunda. Bukan hanya itu ibunda Brigadir Yosua, Rosti Simanjuntak, juga mengungkapkan dirinya puas dengan vonis hukuman mati untuk Ferdy Sambo dan 20 tahun penjara untuk Putri Candrawathi.
Salah satu fakta yang cukup fenomenal adalah Ferdy Sambo ternyata berulang tahun 4 hari sebelum sidang vonis dilangsungkan. Diketahui Ferdy Sambo lahir pada 9 Februari 1973 di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Merujuk pada tanggal tersebut, Ferdy Sambo diketahui memasuki usia 50 tahun tepat 4 hari sebelum sidang vonis dilangsungkan.
Jatuhnya vonis mati pada Ferdy Sambo karena ada beberapa hal yang diketahui memberatkan perbuatan terdakwa. Salah satunya menyatakan bahwa ada unsur perencanaan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
"Unsur dengan rencana terlebih dahulu telah nyata terpenuhi," ucap Wahyu.
Wahyu menjelaskan bahwa perencanaan tersebut didasari rasa sakit hati Ferdy Sambo setelah mendengar aduan dari istrinya, Putri Candrawathi, mengenai pelecehan seksual yang ia alami.
Sebagaimana yang diketahui, Putri Candrawathi yang saat itu berada di Magelang, Jawa Tengah, menghubungi Ferdy Sambo yang berada di Jakarta dan menceritakan bahwa Yosua telah berlaku kurang ajar terhadapnya
Atas dasar tersebut, perencanaan pembunuhan pun dimulai setelah Ferdy Sambo mengetahui Ricky Rizal mengamankan senjata api HS milik Yosua.
"Yang meskipun atas inisiatif sendiri, akan tetapi diperoleh fakta sampai di Jakarta, senjata api HS masih di dashboard. Harusnya, Ricky Rizal bisa mengembalikan senjata tersebut ke Yosua, tetapi tidak dilakukannya," ucap Wahyu.
Wahyu menilai, hal lainnya yang menunjukkan bahwa Ferdy Sambo telah merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J perintah Ferdy Sambo kepada Richard Eliezer atau Bharada E untuk menambahkan peluru dalam senjatanya, serta meminta Eliezer untuk mengambil senjata HS milik Yosua dan memberikannya kepada Ferdy Sambo.
"Hal ini diartikan bahwa terdakwa telah memikirkan segala sesuatunya yang sangat rapi dan sistematis," ucap Wahyu.
Berdasarkan berbagai pertimbangan, Wahyu mengungkapkan bahwa majelis hakim meragukan keterangan Ferdy Sambo yang menyatakan bahwa dirinya hanya menyuruh Richard untuk menjadi back-up dirinya dan mengatakan, "Hajar, Chad" ketika mereka telah berhadapan dengan Yosua.
"Menurut Majelis Hakim, hal itu merupakan keterangan atau bantahan kosong belaka," tuturnya.
Selama agenda persidangan vonis, Ferdy Sambo terlihat duduk dengan tegap mengenakan baju kemeja berwarna putih serta masker hitam. Sebelum akhirnya vonis keluar posisi duduk Ferdy Sambo ini disoroti oleh publik sebagai bentuk keberanian dan kepercayaan diri tinggi.
Posisi duduk Ferdy Sambo ini berbanding terbalik dengan ibunda Brigadir J, Rosti Simanjuntak, yang tampak sesekali menunduk karena menangis. Dari belakang, Rosti Simanjuntak terlihat memeluk erat potret mendiang Brigadir J semasa hidup. (Lsn)
Load more