Pada hakikatnya, membangun hubungan memerlukan usaha utamanya untuk mengakomodasi kelebihan maupun menerima dan mengkompromikan kekurangan masing - masing.
Tujuan utamanya adalah untuk membangun hubungan antar manusia yang berharga baik itu dalam konteks hubungan anak dengan orang tua, pimpinan dengan bawahan, serta dalam hubungan romantis dengan pasangan.
Artikel ini akan membahas konteks yang terakhir dimana toxic relationship atau hubungan beracun ini dapat mengubah hubungan romantis menjadi sesuatu yang berpotensi mengancam kesehatan bahkan jiwa.
Toxic relationship adalah sebuah hubungan yang dicirikan dengan perilaku merusak baik salah satu atau kedua belah pihak dalam suatu hubungan.
Hubungan yang sehat biasanya akan meningkatkan kepercayaan diri dan mengasah hal - hal baik seperti empati, kasih sayang, dan komunikasi. Sebaliknya, toxic relationship atau hubungan beracun ini justru merusak itu semua.
Sebuah hubungan yang baik pasti memiliki aspek perhatian, rasa hormat, dan kasih sayang serta kemampuan untuk berbagi kontrol dan porsi dalam pengambilan keputusan. Di sisi lain, toxic relationship kerap dikaitkan dengan insecurity, keegoisan, dominasi, dan kontrol berlebih.
Jarang diketahui bahwa hubungan yang sehat pun pasti pernah masuk ke dalam fase toxic baik dari satu pihak maupun yang datang dari kedua belah pihak. Hal ini disebabkan sifat manusiawi yang tak pernah luput dari kekeliruan. Selain itu perbedaan tingkat pendidikan dan lingkungan bertumbuh juga menjadi faktor pemicu hubungan beracun.
Namun patut diketahui, yang menjadikan sebuah hubungan toxic adalah ketika adanya ketidaksesuaian nilai - nilai yang berlaku dalam hubungan dengan norma - norma baik pada umumnya.
Pasangan toxic, baik itu yang dilakukan oleh pria maupun wanita, kerap memiliki perilaku yang suka mengontrol dan memanipulasi. Namun anehnya, orang - orang toxic ini biasanya menampilkan citra yang baik ketika berada di ruang publik.
Dilansir dari laman healthscopemag.com, paling tidak ada delapan jenis perilaku yang kerap ditunjukkan individu - individu toxic. Delapan jenis perilaku ini tak bisa dilihat secara terpisah karena biasanya individu - individu yang dimaksud memiliki lebih dari satu perilaku toxic.
Selain itu, walaupun delapan jenis ini lebih mengacu kepada konteks hubungan romantis antar dua pihak, perilaku yang sama juga dapat ditemukan dalam jenis hubungan sosial lain seperti orang tua dengan anak atau dalam lingkar pertemanan.
Perilaku pertama yang biasanya dimiliki oleh individu toxic adalah kegemarannya meremehkan atau mencela pasangan. Individu ini akan berusaha mengerdilkan ide, kepercayaan, atau keinginan pasangannya dengan mengatakan bahwa ide, kepercayaan, atau keinginan pasangannya itu merupakan hal yang konyol.
Ia juga tak akan segan - segan meremehkan pasangannya di muka publik. Walaupun sudah diminta untuk menghentikan sikapnya tersebut, individu toxic ini sering berdalih ingin bercanda.
Masalahnya, mereka sering kali tak bercanda dan ini merupakan caranya untuk mengendalikan dalam konteks pengambilan keputusan. Jika dibiarkan, pihak 'korban' dalam hubungan ini akan mengira dirinya memang tak layak untuk mengambil keputusan atau memberi saran.
Individu toxic yang berperilaku seperti ini sering mengatakan bahwa pasangannya beruntung memiliki pasangan seperti dia. Tujuannya adalah untuk tetap membuat kepercayaan dirimu serendah mungkin.
Tak jarang orang - orang mengalah dalam pengambilan keputusan atau dalam diskusi setara hanya karena lawan bicaranya marah - marah dan menolak berkomunikasi selama beberapa hari. Ketahuilah bahwa ini adalah salah satu perilaku klasik untuk mengintimidasi.
Pihak 'korban' sering menceritakan bahwa memiliki pasangan seperti ini seperti 'berjalan di atas cangkang telur'. 'Korban' tak pernah mengetahui apa alasan apa yang membuat individu beracun tersebut sampai naik pitam. Bahkan hal - hal sederhana yang terjadi sehari - hari dapat membuat individu beracun ini naik pitam.
Seperti biasanya, jika 'korban' berupaya menghadapi pasangan yang naik pitam dengan mengatakan bahwa kemarahannya terlalu berlebihan, pasangan toxic ini justru menyalahkan 'korban' karena telah membuat dirinya marah - marah. Menghilangkan tanggung jawabnya sendiri atas emosi tak terkontrol ini adalah ciri umum jenis pasangan toxic yang kedua.
Uniknya, perilaku kasar dari pasangan seperti ini jarang sekali muncul di tempat umum sehingga ia tetap dapat mempertahankan reputasinya di hadapan orang lain.
Sebuah hubungan beracun, tentu saja, dapat terjadi tidak hanya antara dua individu dalam hubungan pacaran atau pernikahan tetapi juga antara teman atau orang tua dan anak-anak mereka.
Pengambilalihan kontrol dalam hubungan ini biasanya dipraktikkan dengan mendorong rasa bersalah pada 'korban'.
Penginduksi rasa bersalah mengontrol dengan mendorong 'korban' untuk merasa bersalah setiap kali 'korban' melakukan sesuatu yang tidak dia sukai. Tak jarang mereka akan meminta orang lain untuk menyampaikan rasa “kekecewaan” atau “sakit” mereka kepada 'korban'.
Seringkali pasangan akan menyamarkan 'kontrol dengan rasa bersalah' ini dengan mendukung keputusan yang 'korban'. Sebagai contoh, pasangan toxic ini seakan - akan mendukung keputusan korban untuk melanjutkan kuliah atau berkarir, namun kemudian ia menimbulkan rasa bersalah secara halus dengan mengingatkan betapa anak-anak merindukan 'korban' saat 'korban' sibuk, atau bagaimana si 'korban' dirasa terlalu cuek akhir-akhir ini.
Semua perilaku beracun yang memicu perasaan bersalah dirancang untuk mengendalikan perilaku 'korban' sehingga pasangan, orang tua, atau teman yang beracun berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan.
Jika kamu pernah mencoba memberi tahu pasangan bahwa kamu tidak bahagia, terluka, atau marah tentang sesuatu yang ia lakukan dan entah bagaimana kamu justru sibuk mengurus ketidakbahagiaan, sakit hati, atau kemarahan mereka, itu tandanya kamu sedang berurusan dengan seorang yang bereaksi berlebihan/deflektor.
Ketimbang menyelesaikan masalah yang ada bersama - sama atau alih - alih menghibur diri sendiri, kamu justru sibuk menghibur si overreaksi ini . Lebih buruknya lagi, 'korban' sering merasa tidak nyaman dengan dirinya sendiri karena merasa 'sangat egois' ketika mencoba membicarakan sesuatu yang "sangat mengecewakan" bagi si pasangan toxic.
Pasangan dengan karakter ini sebenarnya bingung ketika informasi atau masalah yang kamu sampaikan bertentangan langsung dengan persepsi diri mereka.
Ini sangat tidak nyaman sehingga mereka secara tidak sengaja meyakinkanmu bahwa si 'korban' lah yang memiliki 'masalah'. Kamu bisa saja disebut terlalu sensitif.
Cara pasangan toxic di urutan kelima ini cukup unik. Siapa sangka, bersikap sangat pasif dan menuntut pasangan melakukan dan memutuskan semuanya sendiri merupakan bentuk kontrol yang beracun dalam hubungan.
Biasanya, segala kesalahan yang dibuat dalam proses melakukan dan memutuskan (atau juga tidak melakukan dan tidak memutuskan) sesuatu ini akan dibebankan juga seluruhnya ke 'korban'.
Ketika ini terjadi, pasangan toxic akan marah dan 'ngambek' serta bersikap dengan perilaku pasif-agresif dengan mendiamkan 'korban' selama beberapa waktu.
Sifat pasif ternyata metode mengontrol yang sangat kuat. Biasanya pihak 'korban' akan paling menderita dengan kelelahan yang sangat dan kecemasan yang berlebihan.
Berkebalikan dengan karakter pada nomor sbelumnya, individu toxic ini lihai menyembunyikan sifat maniak kontrolnya dengan bersikap sangat independen.
Kalimat - kalimat seperti "Aku tak akan sudi siapapun mengontrolku" dan sejenisnya kerap terlontar dari mulutnya. Selain itu orang - orang dengan karakteristik ini jarang menjaga komitmennya sendiri.
Karena sebenarnya individu toxic yang 'independen' ini berusaha mengontrol pasangannya dengan memberikan ketidakpastian tentang apapun yang berhubungan dengan mereka.
Sifat ini kerap membuat sebuah hubungan tak terasa aman dan stabil. Tak bisa dipastikan apakah orang - orang seperti ini benar - benar akan menjaga komitmennya dalam berhubungan.
Istilah dan peristiwa ini lazim ditemukan di dunia kerja. Si 'user' biasanya bersikap baik dan manis pada awal hubungan. Namun mereka bersikap seperti ini hanya ketika mereka mendapatkan apa yang mereka mau dari si 'korban'.
Sama seperti di dunia profesional, biasanya hubungan dengan si 'user' ini berjalan satu arah dan si 'korban' tak akan pernah bisa memuaskan keinginan dan kebutuhan si 'user'. Si 'user' seperti mesin penghisap energi yang dalam sekejap mata akan meninggalkan korbannya ketika ia menemukan orang lain yang lebih berguna baginya.
'User' yang piawai memainkan instrumen beracunnya biasanya akan memberikan hal - hal kecil yang dianggap tak menyulitkan bagi mereka sebagai hadiah bagi korbannya.
Harus diketahui bahwa si 'user' memberikan ini bukanlah sebagai hadiah bagi si 'korban', namun sebagai sebuah tanda bahwa si 'korban' wajib membalas hadiah ini dengan sesuatu yang sepadan.
Posesif memang sudah bukan karakter yang unik jika berbicara tentang hubungan yang beracun. Di awal hubungan, individu yang tak waspada kemungkinan beranggapan rasa cemburu pasangannya merupakan tanda cinta. Namun seringnya kontrol yang ditunjukkan dengan rasa posesif ini bertumbuh seiring waktu.
Singkatnya, pasangan yang posesif akan membuatmu menderita. Mereka mulai mengecek keberadaanmu setiap saat entah dengan menelpon atau menggunakan teknologi, memasang kamera di lokasi - lokasi tersembunyi, dan lain sebagainya.
Seiring waktu mereka juga bisa berusaha menjauhkanmu dari keluarga dan teman - teman terdekatmu yang tak ia sukai tanpa alasan yang logis. Lama - lama mereka tak menganggap mereka berhubungan denganmu layaknya manusia dengan manusia melainkan hubungan antara barang dengan pemiliknya.
Itulah beberapa ciri atau karakter yang dimiliki pasangan atau orang - orang terdekat yang toxic. Beberapa ahli berpendapat bahwa hubungan toxic, entah dari sisi pelaku maupun korban sama - sama berakar dari kepercayaan diri yang rendah dan rasa insecure.
Individu - individu yang toxic percaya bahwa mereka tak layak menerima cinta atau ada orang lain yang secara tulus ingin memenuhi kebutuhannya. Uniknya, korban pun biasanya merasakan yang sama sehingga mungkin terasa sulit untuk keluar dari hubungan yang beracun.
Tidak ada jalan keluar pintas dari ini. Jika kamu berada di sebuah toxic relationship, terutama saat merasa dirimu terancam, maka carilah pertolongan dengan berbicara dengan psikolog, ahli agama, atau orang lain yang kamu percaya. (afr)
Load more