Hipertensi atau Hipotensi, Mana yang Paling Berbahaya?
- Freepik/senivpetro
tvOnenews.com - Tekanan darah memegang peranan penting dalam menjaga fungsi organ tubuh tetap optimal.
Baik hipertensi (tekanan darah tinggi) maupun hipotensi (tekanan darah rendah) bisa menjadi masalah serius jika tidak ditangani dengan tepat.
{{imageId:331292}}
Meski keduanya tampak berlawanan, risiko yang ditimbulkan sama-sama dapat mengganggu kesehatan dan bahkan mengancam jiwa dalam kondisi tertentu.
Banyak orang menganggap hipertensi lebih berbahaya karena sering dikaitkan dengan penyakit jantung dan stroke.
Namun, hipotensi juga tidak boleh diremehkan, karena tekanan darah yang terlalu rendah dapat menyebabkan pingsan, syok, hingga kegagalan organ.
Hipertensi vs Hipotensi, Mana yang Lebih Berbahaya?
1. Hipertensi dan bahayanya
{{imageId:43981}}
Melansir dari YouTube dr.aldosppd, dr. Reinaldo, Spesialis Penyakit Dalam menjelaskan, hipertensi atau tekanan darah tinggi yang terjadi terus menerus secara kronik bisa menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh darah.
"Lapisan endotalnya rusak dan dia juga meningkatkan risiko terjadinya pembentukan plak di pembuluh darah atau aterosklerosis yang pada akhirnya bisa menyebabkan gangguan dari berbagai macam organ vital," paparnya.
Ketika hipertensi terjadi terus menuerus, maka akan menyebabkan komplikasi yang bisa berbahaya untuk jantung, otak, ginjal, mata, serta pembuluh darah tepi.
"Bahkan kalau tekanan darah tinggi mendadak dan sampai memenuhi kriteria hipertensi emergency di mana tekanan darahnya di atas 180 dan yang bawahnya di atas 120 disertai tanda-tanda akut kerusakan organ malah bisa menyebabkan kerusakan organ yang terjadi dengan cepat," jelas dr. Reinaldo.
Beberapa risiko penyakit lain yang bisa muncul akibat hipertensi di antaranya gagal ginjal akut, serangan jantung, gagal jantung akut, hingga stroke mendadak.
Kondisi ini terjadi karena tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat merusak pembuluh darah dan membebani kerja organ vital.
2. Hipotensi dan bahayanya
{{imageId:85276}}
Sementara itu, dr. Reinaldo menjelaskan, hipotensi atau tekanan darah rendah, kondisi ini bisa terjadi ketika tekanan darah seseorang berada di bawah 90/60.
"Atau kalau dihitung lebih detail lagi, mean arterial pressure-nya di bawah 65 atau di bawah 70 secara umum ya," katanya.
Adapun, untuk gejala umum yang biasa dialami oleh penderita hipotensi di antaranya lemas, gampang pusing, keleyengan.
Selain itu, ketika sudah duduk lama atau habis tiduran lalu bangun, seseorang dengan hipotensi akan merasa seperti ingin pingsan.
Namun, dr. Reinaldo menyebut, pada beberapa pasien yang tekanannya di bawah itu ada yang tidak menimbulkan gejala apa pun.
Sama seperti hipertensi, pada kondisi hipotensi yang sudah parah juga akan berpengaruh pada organ vital lainnya seperti otak, ginjal, dan lainnya.
"Yang paling berbahaya sebenarnya kalau hipotensinya ini sampai mengakibatkan yang namanya syok. Nah, kalau syok itu tekanan darahnya sangat rendah plus ditandai dengan gangguan perfusi jaringan alias sel-sel organ-organ tubuh kita, jaringan-jaringan kurang mendapat aliran darah sehingga terjadi kerusakan atau gangguan," kata dr. Rainaldo.
"Nah, ini bisa menyebabkan gagal ginjal akut, bisa menyebabkan gagal organ, sehingga berujung kematian," pungkasnya.
Hipertensi maupun hipotensi sama-sama bisa berbahaya. Pada kasus hipotensi yang sampai menyebabkan syok, kondisinya bisa langsung mengancam nyawa.
Begitu juga dengan hipertensi dalam kategori darurat, yang risikonya sangat tinggi.
Sementara hipertensi kronis yang tekanannya tidak terlalu ekstrem umumnya menimbulkan masalah setelah berlangsung bertahun-tahun.
Mengingat dua kondisi tersebut sangat berbahaya bagi tubuh, dr. Reinaldo menyarankan untuk segera konsultasi ke dokter saat alami hipotensi atau hipertensi.
(nka)
Load more