Viral Kasus Bakery Gluten Free Palsu, Dokter Beberkan Bahaya Konsumsi Gluten untuk Lansia!
- Freepik/azerbaijan-stockers
tvOnenews.com - Sebuah toko roti daring dilaporkan ke Polda Metro Jaya karena diduga memasarkan produk roti dengan klaim gluten free palsu.
Kasus ini mencuat setelah seorang ibu melaporkan bahwa anaknya yang baru berusia 17 bulan mengalami reaksi alergi parah usai mengonsumsi roti dari toko tersebut.
Menurut pengakuan sang ibu, selama beberapa waktu ia rutin mengonsumsi produk roti tersebut sambil menyusui anaknya yang menderita eksim akut.
Ia tak menyangka bahwa label gluten free yang tertera ternyata tidak sesuai dengan kenyataan.
Awalnya, sang ibu mengira penyebab kambuhnya ruam pada kulit anaknya berasal dari makanan lain.
Namun, pada 11 Agustus 2025, anaknya mencoba langsung potongan roti yang disebut bebas gluten itu. Hasilnya fatal, reaksi alergi hebat pun terjadi.
Wajah sang anak membengkak, kulitnya memerah dan terasa panas seperti terbakar.
Kondisi ini membuat publik geger dan menyoroti pentingnya kejujuran pelaku usaha dalam mencantumkan label kesehatan pada produk mereka.
Selain berisiko bagi anak-anak dan penderita alergi gluten, konsumsi gluten ternyata juga memiliki dampak berbahaya bagi para lansia.
Seorang dokter Neuropathic, Hans Kristian, ND, dilansir dari YouTube SB30Health mengungkapkan bahwa tubuh orang tua memiliki kemampuan pencernaan yang menurun seiring bertambahnya usia.
“Pertama, karena pencernaan protein biasanya melemah di orang tua. Seiring usia, kualitas asam lambung atau HCl juga menurun. Belum lagi, enzim pankreas ikut berkurang. Pankreas itu bukan cuma penghasil insulin, tapi juga enzim pencerna protein,” jelas Hans.
Ia menambahkan, sistem perlindungan di usus juga menjadi lebih rentan terhadap protein kompleks seperti gluten.
"Protein gluten dan zat lain yang ada dalam gandum bisa melemahkan barier di usus. Apalagi kalau orang tua rutin minum obat jenis NSAID seperti paracetamol, ibuprofen, atau obat maag seperti PPI. Obat-obatan ini bisa memperburuk kondisi usus,” ujarnya.
Menurut Hans, masalah lain yang sering muncul pada lansia adalah menurunnya keberagaman mikrobiota usus, atau komunitas bakteri baik di saluran pencernaan.
Lansia umumnya mengalami penurunan nafsu makan, cenderung pilih-pilih makanan, dan sering mengonsumsi makanan rendah nutrisi.
“Kebiasaan makan saat muda juga berpengaruh. Kalau dulu sering makan gorengan, junk food, atau minyak biji-bijian, itu bisa merusak keseimbangan mikrobiota usus hingga tua nanti,” katanya.
Dokter Hans juga menekankan pentingnya kualitas protein bagi lansia.
Menurutnya, kebutuhan protein biologis meningkat seiring bertambahnya usia.
Namun, kualitas protein dari gandum yang mengandung gluten justru tergolong rendah karena minim asam amino penting seperti lisin.
“Kalau kita banyak mengonsumsi makanan berbasis gandum, tubuh bisa kekurangan protein berkualitas tinggi yang dibutuhkan untuk menjaga massa otot dan imunitas,” tambahnya.
Selain itu, banyak lansia juga memiliki komorbid atau penyakit penyerta seperti prediabetes, gagal ginjal, hingga gangguan autoimun.
Kondisi tersebut dapat memperparah dampak negatif gluten terhadap sistem pencernaan dan penyerapan nutrisi.
Hans pun mengingatkan agar masyarakat, terutama lansia dan orang tua dengan anak sensitif terhadap gluten, lebih berhati-hati dalam memilih produk makanan.
Kasus toko roti yang mengklaim produk gluten free namun ternyata tidak, kini menjadi peringatan keras bagi seluruh pelaku usaha makanan agar lebih transparan dan bertanggung jawab terhadap kesehatan konsumennya. (adk)
Load more