“Kita perkirakan subsidi harus nambah bahkan mencapai Rp198 triliun. Kalau kita tidak menaikkan BBM, tidak dilakukan apa-apa, tidak dilakukan pembatasan maka (subsidi) Rp502 triliun tidak akan cukup. Nambah lagi bisa mencapai Rp698 triliun,” kata Menkeu.
Sri Mulyani menuturkan subsidi energi sendiri sudah mengalami kenaikan tiga kali lipat yaitu dari Rp158 triliun ke Rp502,4 triliun, namun ternyata belum cukup untuk menutup kebutuhan subsidi BBM hingga akhir tahun.
Subsidi energi sendiri terakhir dinaikkan pada Juli menjadi Rp502,4 triliun melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98/2022 sebagai konsekuensi agar tidak menaikkan harga BBM, LPG dan tarif listrik di tengah harga energi dunia yang melonjak.
Kenaikan subsidi energi menjadi Rp502,4 triliun pada Juli lalu dilakukan dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) sebesar 100 dolar per barel, kurs Rp14.450 per dolar AS, dan volume 23 juta kiloliter hingga akhir 2022.
Di sisi lain Sri Mulyani mengatakan yang terjadi saat ini justru harga minyak mentah terus mengalami kenaikan hingga di atas 100 dolar per barel dengan kurs sebesar Rp14.750 per dolar AS yang berarti melemah sekitar empat persen.
“Harganya 5 persen lebih tinggi kan kita asumsikan 100 dolar per barel ternyata 104,9 dolar per barel,” ujar Sri Mulyani.
Terlebih lagi konsumsi masyarakat saat ini terhadap BBM bersubsidi sangat meningkat dari perkiraan 23 juta kiloliter hingga akhir tahun menjadi 29 juta kiloliter. “Berdasarkan proyeksi konsumsi yang sekarang terjadi kalau form ini sama sampai akhir tahun akan mencapai 29 juta kiloliter (dari perkiraan 23 juta kiloliter),” kata Sri Mulyani.
Load more