Indonesia Productivity Summit 2025: Menaker Paparkan Strategi Nasional untuk Tingkatkan Daya Saing SDM
- Kemnaker
Jakarta, tvOnenews.com - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker RI) baru saja menggelar Indonesia Productivity Summit 2025 pada Jumat, 12 Desember 2025, di JIEXPO Convention Center and Theater, Jakata.
Mengusung tema “Driving Innovation, Productivity, and Human Capital: Indonesia’s Path to Global Competitiveness 2045,” forum ini menjadi wadah strategis kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan komunitas profesional untuk memperkuat ekosistem peningkatan produktivitas nasional sebagai fondasi daya saing tenaga kerja dan industri menuju Indonesia Emas 2045.
Indonesia Productivity Summit ditetapkan sebagai agenda strategis Kementerian Ketenagakerjaan melalui Direktorat Jenderal Bina Pelatihan Vokasi dan Produktivitas untuk mendoronng peningkatan produktivitas sebagai gerakan nasional yang inklusif, masif, dan berkelanjutan.
Dalam arahannya,Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan bahwa isu produktivitas tidak semata berkaitan dengan ekonomi, tetapi juga menyangkut pembangunan sumber daya manusia, transformasi industri, serta penguatan daya saing Indonesia di tingkat global.
“Pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh produktivitas. Kalau produktivitas naik, daya saing kita juga akan meningkat,” ujarnya dikutip Sabtu (13/12/2025).
Ia menjelaskan bahwa data menunjukkan tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia masih berada di bawah rata-rata negara ASEAN, meskipun tren pertumbuhannya terus mengalami perbaikan dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, produktivitas tenaga kerja Indonesia pada 2022 tercatat sekitar 26,6 ribu dolar Amerika Serikat per pekerja, lebih rendah dibandingkan rata-rata ASEAN yang mencapai sekitar 30,2 ribu dolar AS per pekerja.
Yassierli menambahkan bahwa laju pertumbuhan produktivitas Indonesia dinilai relatif sejajar dengan Malaysia dan Thailand, namun masih tertinggal dibandingkan China, Vietnam, dan India pada periode yang sama.
Kondisi ini, menurutnya, dipengaruhi struktur tenaga kerja nasional yang mayoritas berpendidikan maksimal SMA, dengan proporsi mencapai sekitar 85 hingga 86 persen dari total tenaga kerja.
Selain itu, tingginya jumlah pekerja di sektor informal yang masih berada di kisaran 60 persen turut menjadi tantangan dalam meningkatkan produktivitas secara agregat. Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah akan memperkuat pendekatan bottom-up melalui intervensi langsung di tingkat perusahaan, sebagai pelengkap kebijakan top-down seperti industrialisasi dan hilirisasi.
Load more