Hamdan Zoelva Jelaskan Fakta Hukum soal Tanah Hotel Sultan Bukan HPL, Ungkap Sejarah HGB Indobuildco
- ANTARA
Jakarta, tvOnenews.com - Sidang perkara perdata terkait tanah Hotel Sultan di Kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, kembali memasuki babak baru.
Usai sidang lanjutan Perkara Perdata Nomor 208/Pdt.G/2025/PN.Jkt.Pst antara PT Indobuildco melawan Menteri Sekretaris Negara, Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK), dan sejumlah pihak terkait pada Senin (20/10/2025, pihak Hotel Sultan kembali membeberkan fakta soal tanah yang dipakainya selama ini.
Kuasa hukum PT Indobuildco, Hamdan Zoelva, menyebut tanah itu bukan bagian dari Hak Pengelolaan (HPL) No. 1/Gelora yang diklaim pemerintah, melainkan Tanah Hak Guna Bangunan (HGB) sah atas nama PT Indobuildco berada di atas Tanah Negara.
Ia menegaskan bahwa posisi hukum ini sangat jelas. “Sertipikat HGB Indobuildco diterbitkan langsung oleh negara melalui prosedur sah. Dasar pemberiannya adalah keputusan pemerintah, bukan perjanjian dengan pemegang HPL,” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut, Kamis (23/10/2025).
Fakta persidangan menunjukkan, HGB Indobuildco diterbitkan berupa Sertipikat Induk kemudian pada tahun 1973 telah dipecah dan diperpanjang masa berlakunya tahun 2003.
Semua itu dilakukan tanpa izin dan persetujuan pihak manapun, membuktikan sejak awal tanah tersebut bukan bagian dari HPL.
Hamdan menambahkan, mustahil proses administratif semacam itu bisa berjalan tanpa izin pemegang HPL jika benar tanah Hotel Sultan berdiri di atas HPL. “Kenyataannya, semua berjalan lancar karena dasar hukumnya adalah tanah negara,” jelas kuasa hukum itu.
Sejarah perolehan serta pemanfaatan lahan ini juga memperlihatkan konsistensi. Sebagian tanah Hotel Sultan tersebut pernah dilepaskan kepada negara untuk pembangunan Jalan Tol Semanggi sekitar tahun 1985.
Proses pelepasan hak dan pembayaran ganti ruginya dilakukan langsung kepada PT Indobuildco tanpa campur tangan pihak lain.
Selain itu, tanah HGB beserta bangunan yang berada di atasnya milik PT. Indobuildco tersebut tercatat beberapa kali dijaminkan sejak tahun 1973 kepada bank-bank nasional maupun internasional dengan dibebani Hypotik atau Hak Tanggungan. Semua prosesnya tanpa syarat tambahan apapun dan tanpa memerlukan izin dari pihak lain.
Hal itu semakin memperkuat bahwa Tanah PT. Indobuildco di kawasan Hotel Sultan tersebut bukan bagian dari Tanah HPL No. 1/Gelora, melainkan dalam penguasaan penuh PT Indobuildco.
Kesaksian ahli hukum agraria Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono yang diajukan pihak Sekneg dan PPKGBK dipersidangan justru disebut memperkuat posisi Indobuildco.
Sang ahli menyatakan bahwa HGB di atas HPL tidak bisa dilakukan apapun termasuk dialihkan atau dijaminkan tanpa izin pemegang HPL.
Hamdan menegaskan, fakta bahwa HGB Indobuildco dapat dialihkan dan dijaminkan tanpa izin siapa pun menjadi bukti sahih tanah ini bukan bagian dari HPL.
"Dengan demikian, rangkaian bukti hukum menegaskan status tanah Hotel Sultan adalah tanah negara dengan HGB sah atas nama Indobuildco. Klaim pemerintah yang menyebut tanah ini bagian dari HPL terbukti tidak berdasar," kata Hamdan.
PT Indobuildco menegaskan akan berkomitmen untuk menjaga kepastian hukum, menjunjung transparansi, dan memastikan publik tidak lagi disesatkan oleh isu-isu yang menyesatkan terkait Hotel Sultan.
Di pihak lain, Maria selaku Ahli yang dihadirkan Mensesneg dan PPKGBK juga memberikan keterangan terkait kewajiban pembayaran royalti oleh badan usaha yang menggunakan tanah HPL. Ia mengklaim bahwa PT Indobuildco wajib membayar royalti termasuk bunga dan denda untuk periode penggunaan sebagian tanah HPL No. 1/Gelora tahun 2007 sampai dengan tahun 2023.
Pemerintah menggugat PT Indobuildco agar membayar royalti senilai Rp742,5 miliar atas penggunaan lahan negara di kawasan GBK.
Namun Indobuildco menegaskan bahwa Hak Guna Bangunan (HGB) No. 26/Gelora dan No. 27/Gelora diterbitkan di atas tanah negara bebas, sehingga perpanjangan HGB tidak membutuhkan rekomendasi Mensesneg maupun PPKGBK. Indobuildco pun bahkan melayangkan gugatan balik dengan tuntutan ganti rugi sekitar Rp28 triliun atas tanah dan bangunan yang mereka kelola. (rpi)
Load more