Rupiah Melemah ke Rp16.590 per Dolar AS di Awal Pekan, Tekanan Global Masih Bayangi Pasar
- pixabay
Jakarta, tvOnenews.com – Nilai tukar rupiah kembali tertekan di awal pekan. Pada pembukaan perdagangan Senin pagi (13/10/2025), mata uang Garuda melemah 20 poin atau 0,12 persen ke level Rp16.590 per dolar Amerika Serikat (AS) dibandingkan posisi sebelumnya di Rp16.570 per dolar AS.
Data ini menunjukkan pelemahan lanjutan setelah rupiah sempat menguat tipis pekan lalu, namun kembali terkoreksi akibat tekanan eksternal yang meningkat di pasar global.
Tekanan Dolar AS dan Sikap Hati-hati Pelaku Pasar
Analis pasar uang menyebutkan bahwa pelemahan rupiah masih disebabkan oleh penguatan indeks dolar AS di tengah spekulasi penundaan pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).
Investor global cenderung menahan diri untuk masuk ke aset berisiko seperti mata uang emerging markets, termasuk rupiah.
Selain faktor global, pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh kebutuhan dolar korporasi di awal bulan serta ekspektasi kenaikan harga minyak dunia yang berpotensi menekan defisit transaksi berjalan Indonesia.
Pasar Tunggu Arah Kebijakan The Fed dan BI
Pelaku pasar kini menanti sinyal lebih lanjut dari Bank Indonesia (BI) terkait langkah stabilisasi nilai tukar, termasuk kemungkinan intervensi di pasar valas atau optimalisasi instrumen moneter domestik.
BI sebelumnya menegaskan akan tetap berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah, terutama menjelang rilis data inflasi dan neraca perdagangan Oktober.
“BI akan menggunakan seluruh instrumen kebijakan untuk memastikan stabilitas nilai tukar tetap terjaga,” demikian pernyataan resmi bank sentral pada pekan lalu.
Kinerja Rupiah Sepanjang Tahun Masih di Zona Tertekan
Sejak awal 2025, rupiah telah melemah sekitar 4,5 persen terhadap dolar AS, seiring dengan aliran keluar modal asing (capital outflow) dari pasar obligasi dan saham domestik.
Meski demikian, analis menilai pelemahan ini masih tergolong moderat dibandingkan beberapa mata uang Asia lain seperti yen Jepang dan won Korea Selatan yang terkoreksi lebih dalam.
Ke depan, arah rupiah akan sangat bergantung pada perkembangan kebijakan moneter global, prospek inflasi dalam negeri, serta strategi pemerintah menjaga defisit fiskal tetap terkendali. (ant/nsp)
Load more