Rupiah Terus Melemah, Sentuh Rp16.584 per Dolar AS! Apa Sih Penyebabnya?
- pixabay
Jakarta, tvOnenews.com – Nilai tukar rupiah kembali tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada awal pekan ini.
Berdasarkan data Bloomberg, Senin (6/10/2025) pukul 09.17 WIB, rupiah berada di posisi Rp16.584 per dolar AS, melemah 21 poin atau 0,13 persen dibanding penutupan sebelumnya di level Rp16.573.
Analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, menilai pelemahan rupiah ini sejalan dengan penguatan dolar AS yang dipicu oleh pernyataan hawkish dari pejabat The Federal Reserve (The Fed).
“Dolar AS menguat cukup signifikan setelah dua pejabat The Fed, Logan dan Jefferson, menyatakan bahwa bank sentral perlu berhati-hati dalam menurunkan suku bunga,” ujarnya.
Lukman memproyeksikan pergerakan rupiah hari ini berada di kisaran Rp16.500 hingga Rp16.650 per dolar AS. Menurutnya, ekspektasi bahwa The Fed belum akan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat menjadi faktor utama tekanan terhadap rupiah.
Kurs Rupiah di Bank dan Pasar Spot
Mengacu pada data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), kurs rupiah pada Jumat (3/10/2025) tercatat di level Rp16.611 per dolar AS, sedikit menguat dari posisi Kamis (2/10/2025) di Rp16.612. Namun, pada awal pekan ini tren pelemahan kembali berlanjut.
Sementara itu, kurs jual dolar AS di sejumlah bank besar Indonesia menunjukkan variasi tipis:
-
BRI: jual Rp16.590, beli Rp16.528
-
Bank Mandiri: jual Rp16.600, beli Rp16.570
-
BNI: jual Rp16.608, beli Rp16.573
-
BCA: jual Rp16.597, beli Rp16.577
-
CIMB Niaga: jual Rp16.583, beli Rp16.572
Kurs jual berarti posisi ketika bank menjual dolar AS kepada nasabah, sedangkan kurs beli adalah harga saat bank membeli dolar dari nasabah.
Tekanan Global Masih Kuat
Menurut Lukman, pelemahan rupiah bukan hanya disebabkan faktor domestik, tetapi juga sentimen global yang membuat dolar AS kembali jadi aset aman (safe haven).
“Investor kembali masuk ke dolar karena ekspektasi inflasi AS belum turun signifikan dan The Fed kemungkinan masih menahan suku bunga tinggi lebih lama,” jelasnya.
Selain itu, kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi global turut menambah tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Sektor ekspor Indonesia juga mulai terdampak penurunan permintaan dari beberapa negara mitra dagang utama.
Load more