Ribuan Bansos Gagal Cair, DPR Temukan Data Penerima Bermasalah dan Tak Sinkron: Bukan karena Judol
- Antara
Jakarta, tvOnenews.com - Masalah pencairan bantuan sosial (bansos) kembali mencuat di tengah dan menjadi sorotan. Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, menemukan fakta bahwa ribuan penerima bansos mengalami hambatan karena persoalan administratif.
Selly menyampaikan, hambatan tersebut bukan disebabkan penyalahgunaan dana, melainkan ketidaksesuaian antara data identitas kependudukan dengan sistem perbankan.
Situasi ini menyebabkan dana bantuan tidak dapat dicairkan oleh penerima yang sebenarnya berhak.
Temuan itu didapat Selly saat melakukan kunjungan kerja ke daerah pemilihannya di wilayah Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat.
Ia bertemu langsung dengan para penerima manfaat dan mendengar berbagai keluhan terkait kesulitan akses dana bansos.
“Kejadian ini telah ada sejak 2018, bahkan pada 2023 ada 16 ribu penerima yang bermasalah. Bukan karena judol, melainkan ketidaksesuaian antara DTSEN atau KK KTP dengan KYC (Know Your Customer) di perbankan,” kata Selly seperti dikutip dari keterangan di Jakarta, Minggu (6/7/2025).
Selly mencontohkan kasus seorang penerima bernama Darsinih. Meskipun identitas di KTP dan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) mencantumkan nama lengkapnya, sistem perbankan hanya mengenal nama "Darsini" dalam proses verifikasi KYC.
Perbedaan satu huruf saja cukup untuk menggagalkan pencairan bantuan, meskipun NIK, alamat, dan data keluarga sesuai.
Menurutnya, persoalan semacam ini kerap terjadi saat data dari berbagai lembaga, seperti adminduk, DTSEN, dan perbankan, tidak terintegrasi dengan baik. Hal ini menyebabkan akumulasi dana bansos yang belum tersalurkan.
Ia menambahkan, meskipun para pendamping sosial telah mencoba membantu penerima menyelesaikan masalah tersebut, tetap dibutuhkan solusi struktural agar penyaluran bisa berjalan optimal.
Mantan Plt Bupati Cirebon itu juga meminta agar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) turun tangan mengusut lebih dalam akar persoalan malaadministrasi tersebut. Menurutnya, perlu dicari tahu apakah terdapat unsur kelalaian atau potensi pelanggaran dalam proses tersebut.
“Berapa tahun uang itu mengendap di perbankan, adakah pembiaran, apakah ada indikasi pembiaran laporan dari petugas lapangan, dan seterusnya,” kata dia.
Selly turut menyoroti stigma negatif yang belakangan berkembang, terutama terkait tuduhan adanya kaitan penerima bansos dengan aktivitas judi online.
Sebelumnya, PPATK bersama Kementerian Sosial merilis data bahwa lebih dari 10 juta rekening dengan nilai transaksi Rp2 triliun diduga terkait dengan judi online, termasuk rekening yang digunakan untuk menyalurkan bansos.
Sebagai bagian dari komitmen DPR membantu masyarakat kecil, Selly selaku Fraksi PDI Perjuangan meminta Kemensos dan PPATK membuka data lebih rinci. Ia menilai, tanpa penjelasan yang transparan, informasi tersebut justru menciptakan stigma buruk terhadap kelompok masyarakat rentan.
Menurutnya, pernyataan yang disampaikan tanpa dukungan data komprehensif hanya akan membentuk opini negatif yang merugikan masyarakat prasejahtera.
Oleh karena itu, ia mendesak agar PPATK segera melakukan audit menyeluruh terhadap dana bansos yang tertahan di sistem perbankan.
“Kecenderungan ini yang kemudian bisa kita analisis. Apakah SPM (surat perintah membayar) antara perbankan berbeda atau memang ada agenda setting lain yang mengarah pada tindakan pidana,” ujarnya.
Temuan DPR mengenai kendala pencairan bansos akibat perbedaan data menjadi sorotan serius yang menuntut perhatian lintas lembaga.
Untuk mencegah akumulasi dana tak tersalurkan dan hilangnya kepercayaan publik, integrasi data antarinstansi serta transparansi dalam investigasi sangat diperlukan.
DPR pun menegaskan komitmennya untuk mengawal agar penyaluran bansos benar-benar tepat sasaran dan tidak menimbulkan kerugian sosial lebih lanjut. (ant/rpi)
Load more