Dolar AS Menguat, Pasar Uang Global Waspadai Respons Iran Usai Serangan Nuklir
- ANTARA
Jakarta, tvOnenews.com – Dolar Amerika Serikat (AS) menguat tipis pada perdagangan Senin (23/6) seiring meningkatnya kekhawatiran global pascaserangan udara AS terhadap fasilitas nuklir Iran.
Meskipun pergerakannya masih terbatas, lonjakan permintaan terhadap aset-aset aman (safe haven) mencerminkan kehati-hatian investor dalam menghadapi potensi eskalasi konflik di Timur Tengah.
Ketegangan memuncak setelah Presiden Donald Trump menyatakan bahwa AS telah “menghancurkan” situs nuklir utama Iran dalam serangan udara yang dilakukan bersama Israel akhir pekan lalu.
Iran menyebut Trump sebagai “penjudi” dan bersumpah akan membalas. Sebagai respons, parlemen Iran mengesahkan usulan untuk menutup Selat Hormuz — jalur penting yang dilalui hampir seperempat dari total pasokan minyak dunia.
Mata Uang Safe Haven Menguat, Rupiah dan Peso Melemah
Di pasar mata uang, dolar AS menunjukkan penguatan terhadap mayoritas mata uang utama dunia:
-
Euro turun 0,33% menjadi $1,1484
-
Poundsterling turun 0,26% ke $1,3416
-
Dolar Australia, yang sensitif terhadap risiko, melemah 0,67% ke posisi $0,6408 — terendah dalam satu bulan
-
Dolar Selandia Baru juga turun 0,68% ke $0,5926
-
Yen Jepang melemah 0,52% terhadap dolar ke level 146,81 — tertinggi dalam sebulan
Indeks Dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama, naik tipis 0,12% ke 99,037.
Dampak juga terasa di pasar negara berkembang, di mana mata uang seperti rupiah Indonesia, ringgit Malaysia, dan peso Filipina ikut tertekan oleh ketidakpastian geopolitik dan menguatnya dolar.
Pasar Masih "Wait and See", Tapi Risiko Meningkat
Analis Commonwealth Bank of Australia, Carol Kong, menyebut pasar sedang dalam "mode tunggu dan lihat" sambil mencermati langkah lanjutan dari Iran, AS, dan Israel. Ia menekankan bahwa risiko lebih condong pada penguatan mata uang safe haven jika konflik terus memburuk.
“Pasar mata uang akan sangat sensitif terhadap komentar dan tindakan dari pemerintah Iran, Israel, dan AS,” ujarnya.
Sementara itu, analis Bank of America menilai bahwa USD/JPY bisa menjadi lindung nilai (hedge) terhadap eskalasi konflik, terutama karena Jepang sangat bergantung pada impor minyak dari Timur Tengah — lebih dari 90% kebutuhan minyaknya berasal dari kawasan itu.
Load more