Dunia Tegang! Negosiasi Dagang AS-China Lanjut Hari Kedua, Nasib Ekonomi Global di Ujung Tanduk
- tvOnenews.com/Wildan Mustofa
London, tvOnenews.com – Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China kembali mendidih. Setelah sempat mereda lewat kesepakatan sementara di Jenewa, kini dua raksasa ekonomi dunia itu kembali duduk satu meja di Lancaster House, Inggris, untuk menghindari benturan yang bisa mengguncang rantai pasokan global dan memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia.
Melansir dari Reuters, hingga Senin malam (9/6), belum ada tanda-tanda titik temu. Negosiasi resmi diperpanjang hingga hari kedua, dimulai Selasa pukul 10 pagi waktu setempat (16.00 WIB), menurut sumber dari pihak AS.
Perang tarif dan tanah jarang jadi fokus utama. Washington menuduh Beijing lamban memenuhi janjinya, terutama soal pengiriman logam tanah jarang (rare earths) — komponen vital untuk mobil listrik, teknologi pertahanan, hingga chip semikonduktor.
Trump Pede, Tapi Dunia Waspada
Meski situasi memanas, Presiden AS Donald Trump tetap optimistis. "Kami baik-baik saja dengan China. China tidak mudah," katanya kepada wartawan di Gedung Putih. Namun Trump menolak memberikan detail lebih lanjut.
Sementara itu, penasihat ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett menegaskan bahwa AS ingin ada "jabat tangan nyata" dari pihak China atas komitmen pengiriman tanah jarang. Hassett menyebut ekspor itu harus dilanjutkan "dalam jumlah besar dan segera".
Dalam negosiasi ini, AS diwakili oleh Menteri Keuangan Scott Bessent, Menteri Perdagangan Howard Lutnick, dan Perwakilan Dagang Jamieson Greer. China mengirim Wakil Perdana Menteri He Lifeng, Menteri Perdagangan Wang Wentao, serta Kepala Negosiator Li Chenggang.
Kehadiran Lutnick, yang bertanggung jawab atas kontrol ekspor AS, dinilai sebagai sinyal bahwa isu ekspor tanah jarang sangat krusial dalam negosiasi kali ini.
Data Mengejutkan dan Tekanan Politik
Negosiasi ini terjadi saat kedua ekonomi mulai menunjukkan tanda-tanda tekanan serius. Ekspor China ke AS anjlok 34,5% pada Mei dibandingkan tahun sebelumnya — penurunan terbesar sejak awal pandemi COVID-19.
Di sisi lain, ekonomi AS juga goyah. Pertumbuhan PDB kuartal pertama menyusut, dipicu lonjakan impor sebagai akibat dari aksi borong warga AS untuk menghindari lonjakan harga akibat tarif baru.
Sementara itu, pertarungan hukum terkait legalitas tarif Trump juga terus berlanjut di pengadilan AS. Pemerintahan Trump mengajukan banding atas putusan yang menyatakan tarif-tarif tersebut melebihi kewenangan hukum.
Xi Jinping Telepon Trump, Janji Kirim Rare Earths
Sinyal damai sempat muncul pekan lalu saat Presiden China Xi Jinping menelepon Trump. Dalam percakapan pertama sejak Trump kembali menjabat pada Januari, Xi meminta agar AS tidak memperburuk situasi — terutama terkait Taiwan.
Trump mengklaim pembicaraan itu menghasilkan "kesimpulan yang sangat positif", bahkan mengatakan Xi setuju melanjutkan ekspor rare earths. Reuters melaporkan China sudah memberikan izin ekspor sementara kepada pemasok untuk tiga produsen mobil terbesar AS.
Namun pengamat seperti Kelly Ann Shaw, mantan penasihat dagang Gedung Putih, menilai perjanjian ini kemungkinan hanya menghasilkan kompromi terbatas. AS mungkin melonggarkan beberapa pembatasan ekspor terbaru, tapi tetap mempertahankan larangan pada teknologi strategis seperti chip AI dan peralatan semikonduktor.
Sementara Dunia Menunggu...
Pasar sempat menyambut positif kesepakatan Jenewa. Indeks saham AS yang sempat menyentuh level bear market kini mulai pulih. Tapi pakar geopolitik Ian Bremmer mengingatkan bahwa perdamaian sejati masih jauh dari harapan.
“Dekoupling ekonomi sedang berjalan. Tekanan AS pada negara-negara lain untuk menjauh dari China juga terus meningkat,” kata Bremmer.
Negosiasi hari ini bisa jadi penentu arah hubungan dagang kedua negara ke depan. Jika gagal, resesi global bisa jadi lebih dekat dari yang diperkirakan. (nsp)
Load more