Kenaikan PBB 250% di Pati Dinilai Tak Transparan, Bupati Sudewo Banjir Kritik: Minim Sosialisasi
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati, Jawa Tengah, yang secara mendadak menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250% menuai gelombang kritik dari berbagai pihak.
Merespons polemik kebijakan tersebut, Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Kabupaten Pati membuka posko pengaduan secara daring (online).
Ketua IKA PMII Pati, Ahmad Jukari, menyampaikan dibukanya posko ini merupakan langkah awal dalam memberikan ruang partisipatif bagi masyarakat yang merasa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan.
Ia menyoroti minimnya sosialisasi dari pihak Pemkab terkait kebijakan yang sangat berdampak pada ekonomi warga Pati.
"Posko ini menjadi kanal alternatif yang dapat diakses publik melalui tautan resmi: https://bit.ly/PoskoAduanPBBP2PATI dengan tujuan utama menginventarisasi keberatan masyarakat dan menyusun strategi advokasi yang komprehensif," kata Ketua IKA PMII Pati Ahmad Jukari dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (23/5/2025).
Melalui aduan tersebut, pihaknya siap menampung berbagai keluhan masyarakat yang terdampak langsung atau merasa keberatan dengan kebijakan lonjakan PBB P2 tersebut.
Ahmad Jukari mengatakan bahwa pembukaan posko ini merupakan langkah awal dalam memberikan ruang partisipatif bagi masyarakat yang merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan kebijakan.
Apalagi, kata dia, sosialisasi dari pihak pemerintah terkait kebijakan yang sangat berdampak pada kehidupan ekonomi warga itu masih minim.
"Banyak warga yang masih bingung dan merasa tidak tahu-menahu soal kebijakan kenaikan PBB ini. Bahkan, sebagian sudah menerima lembar tagihan pajak (tumpi) dengan nominal jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," ujarnya.
Sejak diumumkan Bupati Pati Sudewo pada hari Minggu (18/5), berbagai keluhan mulai bermunculan di media sosial dan grup-grup WhatsApp. Bahkan, sebagian masyarakat melaporkan adanya lonjakan pajak yang tidak rasional.
Oleh karena itu, keterbukaan informasi dalam perumusan dan implementasi kebijakan publik perlu dikedepankan.
"Kami tidak menolak pajak sebagai kewajiban warga negara, tetapi yang kami kritisi adalah lonjakan yang sangat besar dan proses yang tidak transparan. Seharusnya ada tahapan sosialisasi, penyesuaian bertahap, serta pembukaan ruang dialog publik terlebih dahulu," ujarnya.
Load more