Efek Tarif Trump: Pertumbuhan Lapangan Kerja AS Melambat, Tapi PHK Masih Ditahan
- Freepik
Washington, tvOnenews.com — Pertumbuhan lapangan kerja di Amerika Serikat diperkirakan melambat pada April 2025 akibat ketidakpastian ekonomi yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden Donald Trump.
Namun, perusahaan-perusahaan masih cenderung mempertahankan tenaga kerja mereka, menjaga stabilitas pasar kerja—setidaknya untuk sementara waktu.
Departemen Tenaga Kerja AS dijadwalkan merilis laporan ketenagakerjaan bulanan yang dipantau ketat pada Jumat. Meski begitu, banyak analis menilai laporan ini bersifat "mundur" dan tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi ekonomi terkini, apalagi setelah Produk Domestik Bruto (PDB) AS mengalami kontraksi di kuartal pertama 2025 karena lonjakan impor menjelang pemberlakuan tarif baru.
Tarif besar-besaran yang diumumkan Trump pada 2 April lalu—disebutnya sebagai “Hari Pembebasan”—telah menaikkan bea masuk terhadap hampir semua mitra dagang AS, termasuk tarif hingga 145% untuk produk-produk China. Kebijakan ini memicu perang dagang baru dengan Beijing dan membuat sektor bisnis di AS berada dalam ketidakpastian.
Trump sempat menunda penerapan tarif balasan selama 90 hari, namun justru membuat dunia usaha terjebak dalam “jeda ekonomi” yang riskan.
“Situasinya seperti balon yang perlahan kehilangan udara,” kata Brian Bethune, ekonom di Boston College. “Perusahaan menahan PHK, berharap ada kejelasan arah kebijakan.”
Menurut survei Reuters, jumlah pekerjaan non-pertanian diperkirakan hanya bertambah 130.000 pada April, turun dari 228.000 di bulan sebelumnya. Meski lebih tinggi dari ambang minimum 100.000 untuk mengimbangi pertumbuhan populasi usia kerja, tren ini menunjukkan perlambatan. Tingkat pengangguran diperkirakan tetap di angka 4,2%.
Meskipun pasar kerja terlihat masih tangguh, tanda-tanda peringatan mulai bermunculan. Sentimen bisnis memburuk, dan beberapa perusahaan besar telah mulai menarik proyeksi keuangan 2025 mereka. Maskapai penerbangan misalnya, mengeluhkan anjloknya minat perjalanan non-esensial akibat tarif. General Motors juga memangkas proyeksi keuntungan 2025 karena terkena dampak tarif senilai US$4-5 miliar.
Kondisi makin rumit dengan keputusan China melarang maskapai mereka menerima pesawat baru dari Boeing. Maskapai Eropa Ryanair bahkan mengancam akan membatalkan pemesanan ratusan pesawat jika harga naik karena perang dagang.
Sementara itu, Federal Reserve diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25% hingga 4,50% dalam pertemuan pekan depan.
Kebijakan yang tidak menentu mendorong banyak perusahaan untuk memangkas jam kerja ketimbang memecat karyawan. Jam kerja mingguan rata-rata stagnan di 34,2 jam sejak awal tahun.
“Berapa lama pasar kerja bisa menahan ketidakpastian ini?” tanya Martha Gimbel, Direktur Budget Lab di Yale. “Bisnis AS tangguh, tapi bukan berarti kebal dari dampak kebijakan yang sembrono.”
Efek tarif diprediksi baru akan benar-benar terasa di data resmi—seperti inflasi dan ketenagakerjaan—pada musim panas mendatang. Laporan dari lembaga seperti ISM dan University of Michigan sudah menunjukkan gambaran ekonomi yang suram.
Kontributor lain terhadap ketegangan pasar kerja adalah kebijakan pemangkasan besar-besaran yang dilakukan oleh Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE) pimpinan Elon Musk, yang diberi mandat untuk memangkas anggaran dan memecat pegawai federal dalam jumlah besar. Sektor pendidikan dan riset kesehatan turut terkena imbas, padahal selama ini menjadi penopang utama pertumbuhan lapangan kerja.
Namun demikian, kekuatan pasar kerja masih tercermin dari kenaikan upah yang stabil. Gaji per jam rata-rata diperkirakan naik 0,3% pada April, sama seperti bulan sebelumnya. Secara tahunan, upah diprediksi tumbuh 3,9%, naik dari 3,8% di bulan Maret.
“Stagflasi biasanya datang dengan pasar tenaga kerja yang lemah, tapi sekarang berbeda. Selama masyarakat masih punya pekerjaan dan penghasilan relatif stabil, ekonomi punya peluang untuk tetap bertahan,” ujar Elizabeth Crofoot, ekonom senior di Lightcast. (reu/nsp)
Load more