Kejagung Usut Dugaan Korupsi Kredit Bank ke Sritex, Ada Penyimpangan Pemberian Utang Besar-besaran?
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi yang berkaitan dengan perusahaan tekstil nasional, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).
Penyidikan Kejagung ini difokuskan pada indikasi penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit dari pihak perbankan kepada Sritex.
Namun demikian, pengusutan ini ini masih berada pada tahap penyidikan umum dan belum mengarah kepada penetapan tersangka.
“Masih penyidikan umum, dalam hal pemberian kredit bank kepada Sritex,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar kepada ANTARA di Jakarta, Kamis (1/5/2025).
Meski begitu, Kapuspenkum belum dapat mengungkapkan secara rinci waktu dimulainya penyidikan tersebut.
Sebagaimana diketahui, PT Sritex resmi dinyatakan pailit pada Oktober 2024. Menyusul keputusan tersebut, perusahaan tekstil yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah, menghentikan operasionalnya secara penuh per 1 Maret 2025.
Dalam proses kepailitan, Tim Kurator mencatat total utang Sritex yang ditagih oleh para kreditur mencapai Rp29,8 triliun.
Dari daftar piutang tetap yang disusun, tercatat ada 349 kreditur preferen, 22 kreditur separatis, dan 94 kreditur konkuren, yang masing-masing memiliki klasifikasi hak tagih sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Kreditur preferen adalah kreditur yang diutamakan berdasarkan undang-undang, meliputi sejumlah instansi pemerintah seperti Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo, Bea dan Cukai Surakarta dan Semarang, serta Ditjen Bea Cukai Wilayah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.
Sementara itu, dalam daftar kreditur separatis dan konkuren, terdapat berbagai bank dan perusahaan yang memiliki hubungan bisnis dengan Sritex sendiri, serta lembaga keuangan pemberi pinjaman dengan nilai tagihan cukup besar.
Melalui rapat kreditur yang digelar dalam proses kepailitan, disepakati bahwa Sritex yang dimiliki oleh Iwan Lukminto tidak akan menjalankan skema kelanjutan usaha (going concern), sehingga seluruh aset perusahaan akan dibereskan untuk pelunasan utang.
Sebagaimana diketahui, dampak kebangkrutan Sritex pun terasa di sektor tenaga kerja. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada sebanyak 11.025 karyawan Sritex terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan secara bertahap sejak Agustus 2024 hingga Februari 2025.
Penyelidikan yang sedang dilakukan Kejaksaan Agung membuka potensi pengungkapan lebih luas terkait dugaan penyalahgunaan kredit dan dampaknya terhadap keuangan negara maupun hak pekerja. (ant/rpi)
Load more