Hapus Hibah Pesantren, Dedi Mulyadi Bongkar Dugaan Banyak Yayasan Bodong yang Jadi Alat Politik: Ada yang Terima Dana Rp50 Miliar?
- Antara
Jakarta, tvOnenews.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memutuskan untuk menghentikan penyaluran dana hibah untuk yayasan pendidikan, khususnya yang berbasis agama termasuk pondok pesantren.
Langkah berani Dedi Mulyadi tersebut diambil menyusul temuan adanya penyalahgunaan dana hibah yang menyebabkan distribusi bantuan menjadi tidak merata dan melenceng dari tujuan semula.
Gubernur yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi atau KDM itu menegaskan, penyaluran bantuan ke depan akan diarahkan pada program berbasis pembangunan, bukan lagi atas dasar aspirasi politik atau kedekatan personal.
Dedi mencontohkan, terdapat yayasan pendidikan yang baru berdiri, belum diverifikasi, namun telah menerima kucuran dana miliaran rupiah.
Dana tersebut bahkan diduga tidak digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan sebagaimana mestinya.
"Saya tidak mau dana hibah hanya dinikmati oleh pihak-pihak tertentu. Ini tidak bisa dibiarkan, sehingga saya hentikan dulu. Ke depan, bantuan akan berbasis program pembangunan, bukan aspirasi atau kedekatan politik," ujar Dedi dalam keterangan di Bandung, Minggu (27/4/2025).
Akibat banyaknya penyimpangan tersebut, Dedi memutuskan untuk menghentikan sementara satu pos dana hibah hingga proses verifikasi institusi pendidikan yang dilakukan Dinas Pendidikan Jawa Barat dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Jabar rampung.
"Rencana ini pun sudah didukung oleh DPRD Jabar," tambahnya.
Sejalan dengan itu, Dedi membuka opsi untuk tetap menyalurkan bantuan bagi pembangunan sekolah madrasah ibtidaiyah dan tsanawiyah, yang menjadi wewenang Kementerian Agama di tingkat kabupaten/kota.
"Pemprov siap membantu pembangunan madrasah yang sudah jelas jumlah siswanya. Saya tidak mau ada lagi penyalahgunaan. Saya tunggu data resmi dari Kemenag Jabar," tegas Dedi.
Lebih jauh, Dedi menegaskan keinginannya melakukan reformasi pendidikan di Jawa Barat. Salah satunya dengan memperbaiki mekanisme penerimaan siswa baru, terutama di jenjang SMA dan Madrasah Aliyah, yang selama ini kerap menimbulkan polemik.
Ia meminta Dinas Pendidikan Jawa Barat dan Kanwil Kemenag Jabar untuk menetapkan daya tampung sekolah dengan jelas.
"Bila tidak mencukupi, siswa harus diarahkan ke sekolah swasta yang ditunjuk. Pemprov Jabar akan bantu pembiayaan siswa yang bersekolah di swasta, asalkan lokasinya jelas,"ujar Dedi Mulyadi.
Kebijakan serupa juga berlaku untuk penerimaan siswa di tingkat SD dan SMP yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
"Seluruh pihak menyatukan visi dan misi dalam penataan pendidikan di Jawa Barat," katanya.
Sebelumnya, KDM menegaskan bahwa alasan penghapusan dana hibah Provinsi Jabar untuk pondok pesantren pada tahun anggaran 2025 adalah untuk membenahi tata kelola hibah.
"Ini upaya kita dalam membenahi manajemen tata kelola hibah, agar hibah ini tidak jatuh pada pondok pesantren yang itu-itu saja," kata Gubernur Jabar Dedi Mulyadi dikutip di Bandung, Kamis.
Kemudian, kata Dedi, diharapkan agar hibah tidak jatuh hanya pada lembaga atau yayasan yang memiliki akses politik, seperti terhadap DPRD atau gubernur.
"Ke depan kita akan mengarahkan pada distribusi rasa keadilan. Kita akan mulai fokus membangunkan madrasah-madrasah, tsanawiyah-tsanawiyah, yang mereka tidak lagi punya akses terhadap kekuasaan dan terhadap politik," ujarnya.
Ada Banyak Yayasan Bodong Terima Hibah?
Sebelumnya, dalam pertemuan di Gedung Negara Pakuan Bandung, Rabu (23/4) malam, Dedi mengungkapkan bahwa ke depan, pemberian dana hibah akan berbasis kebutuhan dan pertimbangan teknis.
Fokus utamanya adalah pembangunan sarana dan prasarana pendidikan di bawah naungan Kementerian Agama.
"Jadi bukan pertimbangan politis, karena selama ini bantuan-bantuan yang disalurkan kepada yayasan-yayasan pendidikan di bawah Kemenag itu, selalu pertimbangannya politik," tegasnya.
Langkah ini, menurut Dedi, bertujuan untuk memperbaiki sistem penyaluran hibah, mengingat banyaknya yayasan bodong yang menerima bantuan dengan nominal besar, berkisar antara Rp2 miliar hingga Rp50 miliar per yayasan.
Mekanisme penyaluran dana hibah akan dirombak total, kendati tidak disebutkan secara rinci yayasan mana yang dikatakan menerima dana tak proporsional tersebut.
"Jadi ini adalah bagian audit kita untuk segera dilakukan pembenahan. Karena ini untuk yayasan-yayasan pendidikan agama, maka prosesnya pun harus beragama," tuturnya.
Berdasarkan dokumen Lampiran III Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Gubernur Nomor 30 Tahun 2024, tercatat perubahan besar pada daftar penerima hibah.
Ratusan yayasan dan pesantren yang sebelumnya tercatat menerima hibah uang, kini dibatalkan.
Dalam pos hibah untuk Pengelolaan Sarana dan Prasarana Spiritual, tercatat awalnya ada 372 pesantren sebagai penerima. Namun, sebanyak 370 di antaranya dibatalkan dalam APBD 2025.
Dari anggaran semula Rp153,58 miliar, kini hanya Rp9,25 miliar yang tetap dialokasikan, masing-masing untuk LPTQ Jabar sebesar Rp9 miliar dan Yayasan Mathlaul Anwar Ciaruteun Udik di Kabupaten Bogor sebesar Rp250 juta.
Sementara itu, dalam pos Fasilitasi Kelembagaan Bina Spiritual, dari 38 penerima awal, 31 yayasan dicoret. Alokasi anggaran berkurang dari Rp48,965 miliar menjadi Rp23,26 miliar.
Salah satu penerima terbesar adalah Kanwil Kemenag Jabar untuk layanan petugas haji daerah sebesar Rp19,25 miliar. (ant/rpi)
Load more