Saat LG Angkat Kaki dari Proyek Baterai EV Indonesia senilai Rp130 Triliun, Erick Thohir: Membuka Luas untuk Amerika Serikat
- Abdul Gani Siregar/tvOnenews.com
Jakarta, tvOnenews.com - Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan bahwa keputusan LG untuk cabut dari proyek rantai pasok baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Indonesia tidak akan menghambat upaya pemerintah dalam membangun ekosistem industri tersebut.
Ia justru menyampaikan, proses percepatan pengembangan rantai nilai baterai EV akan terus dilanjutkan dengan berbagai mitra strategis lainnya yang masih aktif berkomitmen.
Keputusan LG untuk mundur dari proyek EV ratusan triliun rupiah seolah dinilai tidak memengaruhi arah kebijakan nasional, khususnya dalam pengembangan kendaraan listrik yang tengah digarap secara menyeluruh.
"Ya tentu, keputusan dari LG tidak mengurangi percepatan kami mendorong pembangunan rantai pasok (supply chain) yang menguntungkan ekosistem di Indonesia," ujar Erick Thohir di Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Erick tampak percaya diri bahwa Indonesia tetap melanjutkan kolaborasi dengan berbagai perusahaan global dalam membangun industri baterai EV.
Saat ini, kerja sama dengan Volkswagen (Jerman), perusahaan asal Tiongkok CBL, dan raksasa otomotif asal Amerika Serikat, Ford Motor, masih berjalan seperti biasa.
"Tinggal lahan yang memang tadinya Korea Selatan berkenan, kita bisa tawarkan lagi kepada berbagai pihak," kata Erick.
Erick menyebut, pemerintah tengah menjajaki peluang kerja sama baru dengan negara-negara lain. Sejumlah calon mitra potensial berasal dari Timur Tengah dan Asia Timur, seperti Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab (UEA), Jepang, hingga Amerika Serikat.
"Dan juga tentu kita membuka luas kerja sama dengan Amerika Serikat, apalagi sedang ada pembicaraan bagaimana hubungan dagang Indonesia-Amerika. Kita terbuka, yang penting percepatan daripada momentum," ujar Erick.
Sebelumnya, konsorsium asal Korea Selatan yang dipimpin oleh LG resmi memutuskan mundur dari proyek pengembangan rantai pasok baterai EV senilai 11 triliun won atau setara Rp130,7 triliun.
Konsorsium itu terdiri dari beberapa perusahaan besar, yakni LG Energy Solution, LG Chem, LX International Corp, dan sejumlah mitra lainnya.
Mereka sebelumnya bekerja sama dengan pemerintah Indonesia serta perusahaan-perusahaan milik negara untuk menciptakan rantai nilai industri baterai yang menyeluruh.
Proyek tersebut, semula dirancang untuk mencakup seluruh proses produksi hulu ke hilir, mulai dari penyediaan bahan baku, pembuatan prekursor dan bahan katode, hingga produksi sel baterai.
Posisi Indonesia sebagai produsen nikel terbesar di dunia awalnya memang dinilai sangat strategis dalam industri baterai EV global.
Namun demikian, salah satu pertimbangan utama batalnya investasi LG dan sejumlah mitra disebut-sebut karena adanya perubahan dinamika industri kendaraan listrik global, termasuk fenomena yang disebut sebagai "jurang EV", yakni perlambatan sementara dalam permintaan pasar EV.
"Mempertimbangkan kondisi pasar dan lingkungan investasi, kami telah memutuskan untuk keluar dari proyek tersebut," kata seorang pejabat dari LG Energy Solution sebagaimana diberitakan Antara yang mengutip Kantor Berita Yonhap.
"Namun, kami akan melanjutkan bisnis kami yang ada di Indonesia, seperti pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power (HLI Green Power), usaha patungan kami dengan Hyundai Motor Group," katanya.
Meski begitu, keputusan LG untuk angkat kaki dari proyek rantai pasok EV dengan alasan tersebut perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah, utamanya karena terkait kepercayaan investor. (ant/rpi)
Load more