Strategi Setengah Jalan: Indonesia-Saudi Siap Borong Pasar Amerika dan Eropa Lewat Hilirisasi Tambang!
- Julio Trisaputra
Jakarta, tvonenews.com – Indonesia dan Arab Saudi tengah menjajaki sebuah strategi industrialisasi yang disebut-sebut sebagai "game changer" dalam kemitraan ekonomi global.
Dalam kunjungan delegasi bisnis dan pemerintahan Saudi ke Jakarta, isu hilirisasi dan pengembangan rantai pasok global menjadi fokus pembahasan utama.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, menyebut pertemuan tersebut sebagai momen penting yang bisa menjadi gerbang menuju pasar Amerika dan Eropa.
“Kuncinya bukan hanya meningkatkan perdagangan, tapi membangun proses industrialisasi bersama. Sebagian proses di Indonesia, sebagian lagi di Saudi. Kita menyebutnya model setengah jalan,” ujar Anindya saat ditemui awak media, Kamis (17/4/2025).
Hilirisasi Jadi Magnet Baru
Hilirisasi mineral dan pengolahan bahan tambang bukan hanya strategi domestik Indonesia, tapi juga daya tarik besar bagi investor asing—termasuk Saudi Arabia. Dengan pendekatan hilirisasi, Indonesia ingin mengurangi ekspor bahan mentah dan meningkatkan nilai tambah dalam negeri.
Saudi pun melihat potensi besar dari pendekatan ini. Apalagi, Indonesia dikenal kaya akan mineral kritis seperti nikel, bauksit, dan tembaga—komoditas utama untuk energi terbarukan dan kendaraan listrik.
“Menteri Mining dan Industri Saudi hadir langsung. Ini mencerminkan keseriusan mereka. Gayanya mirip dengan kebijakan hilirisasi kita,” lanjut Anindya.
Saudi: Pintu ke Pasar Global
Salah satu poin strategis dari kerja sama ini adalah lokasi geografis Arab Saudi yang menguntungkan. Berada di antara Asia dan Eropa, Saudi dinilai bisa menjadi hub ekspor produk hilirisasi dari Indonesia menuju pasar Barat.
“Mereka itu setengah jalan ke Eropa dan Amerika. Jadi, kalau kita olah setengah barang di sini, lalu lanjut di sana, ekspornya bisa lebih cepat dan lebih murah,” jelas Anindya.
Lebih jauh, kolaborasi ini juga menyentuh sektor petrokimia. Banyak perusahaan Indonesia yang selama ini mengimpor bahan baku dari Saudi, kini mulai membuka peluang produksi bersama di dalam negeri.
Menjual Potensi, Bukan Sekadar Minta Investasi
Menariknya, menurut Anindya, dalam pertemuan tersebut justru pihak Saudi yang aktif menawarkan peluang investasi mereka. Bukan hanya menanam modal, tetapi menjajaki kolaborasi sebagai mitra industri.
“Mereka ingin tahu kebutuhan kita. Contohnya, bahan baku apa yang bisa diolah bersama, atau bagaimana teknologi bisa digunakan untuk efisiensi. Ini sangat terbuka dan progresif,” kata Anindya.
Mimpi Besar: Dari Nikel Nusantara ke Pasar Dunia
Jika strategi ini berjalan, maka mimpi besar Indonesia untuk menjadi pusat industri berbasis sumber daya alam bisa semakin nyata. Produk nikel, tembaga, dan petrokimia tak hanya dijual mentah, tapi juga diolah menjadi komoditas industri yang punya daya saing tinggi.
“Bayangkan kalau kita bisa kirim produk setengah jadi ke Saudi, lalu mereka ekspor ke Amerika dan Eropa. Kita jadi bagian dari rantai pasok global, bukan hanya pemasok bahan mentah,” tegasnya.
Momentum Emas untuk Industri Nasional
Dengan dukungan kebijakan hilirisasi dari pemerintah, kemitraan dengan Saudi ini bisa menjadi akselerator industri nasional. Tak hanya membuka pasar, tapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama di kancah global.
Anindya menegaskan, ini bukan sekadar kerja sama bisnis, tapi strategi geopolitik industri yang cerdas.
“Kalau kita serius, ini bukan cuma setengah jalan. Tapi awal jalan menuju dominasi ekspor industri ke pasar dunia,” pungkasnya. (jta/nsp)
Load more