Bursa Asia Guncang! Ancaman Tarif Baru Trump Terhadap Mineral Kritis Hantam Pasar
- Reuters
Jakarta, tvOnenews.com – Ketegangan dagang kembali memanas setelah mantan Presiden AS, Donald Trump, memerintahkan dimulainya penyelidikan atas tarif baru terhadap semua impor mineral penting ke Amerika Serikat.
Kebijakan ini sontak memukul bursa Asia pada sesi pembukaan Rabu pagi, membuat investor global bersikap hati-hati dan memicu koreksi di berbagai pasar regional.
Indeks Saham Asia Dibuka Melemah
Hampir seluruh bursa utama di Asia mengalami tekanan jual signifikan, mencerminkan kekhawatiran terhadap dampak tarif baru terhadap rantai pasok global dan stabilitas ekonomi kawasan:
-
Nikkei Futures (Tokyo) terkoreksi 0,5% di tengah ketegangan dagang baru.
-
Hang Seng Index (Hong Kong) jatuh hingga 1,6%, paling tajam di kawasan.
-
CSI300 (China) turun 0,8% meskipun ada data ekonomi positif.
-
Shanghai Composite melemah 0,6%.
-
KOSPI (Seoul) turun 0,21% ke level 2.472,22 poin.
Para analis menyebut pelemahan ini sebagai respons spontan terhadap kemungkinan tarif balasan dan disrupsi sektor pertambangan dan manufaktur, terutama untuk komoditas seperti lithium, kobalt, dan nikel, yang kini menjadi tulang punggung ekonomi hijau.
Data Ekonomi China Tak Mampu Menahan Sentimen Negatif
Di tengah sentimen global yang negatif, China justru merilis kabar baik. Pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tahun ini tercatat 5,4% secara tahunan, lebih tinggi dari ekspektasi analis yang memproyeksikan 4,8%–5%.
Peningkatan ini didorong oleh:
-
Kenaikan konsumsi domestik pasca libur Tahun Baru Imlek
-
Pertumbuhan investasi infrastruktur
-
Stimulus fiskal dari pemerintah pusat
Namun, kinerja pasar saham Tiongkok tetap negatif, karena pelaku pasar lebih fokus pada eskalasi ketegangan dengan AS yang bisa berdampak jangka panjang pada ekspor dan akses investasi.
Dampak Strategis Kebijakan Tarif Trump
Perintah penyelidikan Trump mencakup seluruh impor mineral penting, termasuk dari negara-negara mitra dagang utama AS seperti:
-
China (penghasil lithium dan grafit)
-
Indonesia (sumber utama nikel dunia)
-
Chile dan Argentina (penghasil litium utama di Amerika Selatan)
Trump mengklaim tarif diperlukan untuk melindungi industri strategis nasional, khususnya untuk kebutuhan baterai kendaraan listrik, militer, dan teknologi tinggi. Namun, para pengamat menilai langkah ini justru bisa mengganggu transisi energi bersih dan menambah beban biaya produksi.
Di sisi lain, Trump juga disebut berencana mengenakan tarif 25% terhadap mobil dan suku cadang dari Kanada dan Meksiko, yang dikhawatirkan akan memperluas ketegangan dagang lintas sektor.
Efek Langsung ke Korporasi dan Sektor
-
Industri Otomotif & EV
Tarif baru akan menaikkan harga bahan baku seperti litium dan nikel, memperbesar biaya produksi mobil listrik dan mengganggu target transisi energi di AS. -
Produsen Baterai & Teknologi
Perusahaan seperti Panasonic, CATL, dan LG Energy Solution bisa mengalami hambatan distribusi dan pembengkakan biaya operasional. -
Perusahaan Tambang Asia
Produsen seperti Vale Indonesia, Tianqi Lithium, dan Ganfeng Lithium kemungkinan menghadapi hambatan ekspor, penundaan kontrak, atau renegosiasi harga jual.
Respons Pasar dan Pemerintah
Sejumlah negara mitra dagang AS mulai mengkaji strategi antisipatif termasuk diversifikasi pasar ekspor dan penguatan kerja sama lintas kawasan. Pemerintah Tiongkok menyatakan kesiapan untuk membalas tarif baru jika benar diberlakukan secara sepihak.
Investor global kini mengalihkan perhatian ke:
-
Pernyataan resmi Gedung Putih atau Trump Campaign
-
Reaksi parlemen AS atas rencana kebijakan ini
-
Kemungkinan tarif balasan dari China dan negara lain
Pasar Asia sedang diuji kembali oleh ketegangan geopolitik dan proteksionisme ekonomi yang mengingatkan pada masa-masa awal perang dagang AS–China 2018–2019. Jika eskalasi terus berlanjut, maka bukan hanya sektor mineral, tetapi seluruh rantai pasok global bisa terdampak signifikan.
Kebijakan tarif Trump mungkin ditujukan untuk mengamankan masa depan industri AS, tapi efek riilnya bisa lebih besar: pasar global yang bergejolak, transisi energi yang terhambat, dan hubungan internasional yang semakin renggang. (reu/nsp)
Load more