Rupiah Menguat Usai Ekspektasi Resesi AS Mulai Mereda, Kini Parkir di Rp16.823 per Dolar
- ANTARA
Jakarta, tvOnenews.com – Nilai tukar rupiah mengalami penguatan seiring menurunnya kekhawatiran pasar terhadap ancaman resesi di Amerika Serikat (AS). Tren positif ini menjadi angin segar di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Penguatan mata uang Garuda turut dipengaruhi oleh sikap pasar yang menilai situasi ekonomi AS tidak seburuk yang sebelumnya dikhawatirkan.
Hal ini berdampak pada meningkatnya kepercayaan investor terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, mengatakan bahwa sentimen positif tersebut menjadi salah satu pendorong utama pergerakan rupiah di pasar valuta asing.
Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan Kamis tercatat menguat sebesar 50 poin atau 0,29 persen, menjadi Rp16.823 per dolar AS. Sebelumnya, rupiah berada di level Rp16.873 per dolar AS.
Sementara itu, kurs referensi Bank Indonesia melalui Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) turut mencatat penguatan. Nilainya naik menjadi Rp16.779 per dolar AS dari posisi sebelumnya di Rp16.943 per dolar AS.
“Pasar mengurangi beberapa ekspektasi untuk resesi AS. Namun, prospek ekonomi jangka pendek tetap tidak pasti, dengan risalah rapat Federal Reserve bulan Maret menunjukkan para pembuat kebijakan gelisah atas inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih lambat,” ujar Ibrahim dilansir dari Antara, Kamis (10/4/2025).
Ia menjelaskan bahwa pernyataan Presiden AS Donald Trump turut meredakan kekhawatiran pasar. Trump mengumumkan bahwa 75 negara akan mendapatkan penangguhan selama 90 hari terhadap penerapan tarif yang seharusnya berlaku mulai Rabu (9/4).
Sebelumnya, negara-negara tersebut diproyeksikan akan dikenai tarif lebih tinggi dari batas dasar 10 persen. Bahkan dalam beberapa kasus, tarif yang dikenakan bisa jauh lebih besar dari angka tersebut.
Trump menyampaikan bahwa penangguhan diberlakukan karena negara-negara mitra telah menjalin komunikasi dengan pihak AS guna mencari solusi bersama atas isu perdagangan, hambatan dagang, tarif, manipulasi mata uang, dan kebijakan tarif non-moneter.
Presiden AS menambahkan bahwa negara-negara tersebut tidak mengambil tindakan balasan terhadap AS “dalam bentuk apa pun.”
“Sementara kekhawatiran akan resesi mereda setelah Trump mengumumkan perpanjangan 90 hari untuk memberlakukan putaran tarif timbal balik terbarunya, pasar masih tetap waspada terhadap agenda kebijakannya, terutama mengingat perubahan sikapnya baru-baru ini terkait tarif. Perang dagang yang meningkat dengan Tiongkok, juga menghadirkan hambatan ekonomi yang berkelanjutan bagi AS, mengingat negara tersebut masih menjadi mitra dagang utama,” ujar Ibrahim.
Di sisi lain, tensi perang dagang antara AS dan China kembali meningkat. Trump menaikkan tarif impor terhadap produk asal Tiongkok menjadi 125 persen. Sebagai respons, China menerapkan tarif balasan sebesar 84 persen untuk barang-barang asal AS.
“Baik Washington maupun Beijing tidak menunjukkan niat untuk meredakan ketegangan, dengan pejabat Tiongkok bersumpah untuk berjuang sampai akhir,” kata dia.
Meski kekhawatiran terhadap resesi mulai menurun, ketidakpastian global masih menjadi tantangan. Penguatan rupiah dalam jangka pendek bisa bertahan jika ketegangan dagang tak kembali meningkat. (ant/rpi)
Load more