BPOM Sita 91 Merek Kosmetik Ilegal, Negara Rugi Rp31,7 Miliar: Meningkat 10 Kali Lipat dari Tahun 2024
- ANTARA
Jakarta, tvOnenews.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan 91 merek kosmetik ilegal yang sebagian besar merupakan produk impor. Temuan ini berdasarkan hasil intensifikasi periode 10-18 Februari 2025.
"Pada hasil intensifikasi ini BPOM menemukan pelanggaran dan dugaan kejahatan produksi serta distribusi kosmetik ilegal berjumlah 91 merek," kata Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip Senin (24/2/2025).
Ia menjelaskan, 91 merek tersebut terdiri dari 4.334 item dengan 205.133 produk kosmetik yang nilai ekonomi lebih dari Rp31,7 miliar.
Kosmetik ilegal tersebut umumnya mengandung bahan dilarang, termasuk produk perawatan kulit atau skincare etiket biru yang tidak sesuai ketentuan, tanpa izin edar, cara penggunaannya tidak sesuai dengan ketentuan kosmetik, serta kosmetik kadaluwarsa.
Ia mengungkap temuan kosmetik ilegal didominasi oleh produk impor dan produk kontrak yang didistribusikan serta dipromosikan lewat media online.
"Salah satu bentuk strategi pemberantasan yang dilakukan BPOM yakni dengan melaksanakan intensifikasi pengawasan terhadap peredaran kosmetik ilegal melalui media sosial. Jadi, karena ini dipasarkan di media sosial, kita awasi dengan sangat ketat," ujar Taruna.
Selain itu, untuk memberantas kosmetik ilegal, kata dia, BPOM memutus mata rantai suplai mulai dari hulu hingga hilir dan analisa tren kosmetik ilegal, yang saat ini sebagian besar ditemukan impor dan dipasarkan di media sosial maupun e-commerce.
Dengan temuan yang didominasi oleh produk impor sebesar 60 persen, kata dia, nilai ekonomi dari hasil intensifikasi produk kosmetik tahun 2025 ini meningkat hingga 10 kali lebih lipat jika dibandingkan tahun 2024.
"Jadi mencapai 10 kali lipat dibandingkan kegiatan yang sama pada tahun 2024. Tahun 2024 kita cuma ada sekitar Rp3 miliaran selama intensifikasi, bukan yang spesial ya, kita lakukan intensif itu cuma sekitar Rp3 miliaran, sekitar Rp2 miliar lebih. Nah, tapi kali ini Rp31 miliar, meningkat 10 kali lipat," paparnya.
Taruna mengemukakan temuan nilai ekonomi dari produk kosmetik ilegal tersebut merupakan akibat tren dan motif baru di media sosial.
"Jadi ada perpaduan antara tren dan motif baru. Nah, tapi untuk kita sebagai lembaga negara tidak perlu kalah dengan mereka, kita harus serius. Jadi dengan efisiensi anggaran, BPOM masih bekerja keras," tuturnya. (ant/nba)
Load more