Jakarta, tvOnenews.com - Komoditas energi mencaplok lebih dari separuh anggaran subsidi yang dialokasikan oleh Pemerintah pada 2025. Berdasarkan rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025, sebesar Rp203,41 triliun dialokasikan oleh Pemerintah untuk menyubsidi komoditas energi.
Adapun total anggaran Program Pengelolaan Subsidi dalam APBN TA 2025 mencapai Rp307,93 triliun. Dengan demikian, komoditas energi memperoleh 66 persen dari anggaran subsidi secara keseluruhan.
Selanjutnya, alokasi subsidi LPG tabung 3 kg mencapai Rp87 triliun, berikut dengan subsidi listrik yang mencapai Rp89,746 triliun.
Anggaran subsidi tersebut belum termasuk kompensasi energi senilai Rp190,89 triliun untuk 2025. Kompensasi energi merupakan dana yang dibayarkan oleh Pemerintah kepada badan usaha, dalam hal ini Pertamina dan PLN, atas kekurangan penerimaan badan usaha sebagai akibat dari kebijakan penetapan harga oleh Pemerintah.
Contohnya, ketika Pemerintah menahan harga BBM saat minyak dunia mengalami gejolak akibat konflik di Timur Tengah. Kekurangan penerimaan Pertamina akan dibayarkan oleh Pemerintah melalui dana kompensasi energi.
Besarnya anggaran yang dikucurkan oleh Pemerintah untuk sektor energi menunjukkan bahwa energi memegang peranan yang krusial dalam kehidupan masyarakat. Melalui skema subsidi energi, Pemerintah berupaya untuk menjaga daya beli masyarakat dan mengurangi biaya produksi dan konsumsi.
Kini, Pemerintah terus memutar otak untuk menekan subsidi energi tanpa memengaruhi pergerakan ekonomi yang bergulir di masyarakat, sebab ketidaktepatan dalam penyaluran subsidi energi menjadi salah satu penyebab kebocoran anggaran.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa sekitar 20–30 persen subsidi energi selama ini kemungkinan dinikmati oleh kelompok yang tidak termasuk kategori masyarakat miskin atau rentan.
Oleh karena itu, sepanjang 2024, Pemerintah menerapkan berbagai kebijakan demi memastikan penyaluran subsidi energi yang tepat sasaran.
Wajib daftar untuk beli LPG 3 kg
Mulai 1 Januari 2024, pembelian LPG tabung 3 kg hanya dapat dilakukan oleh pengguna yang telah terdata. Kebijakan ini bertujuan agar besaran subsidi tersebut benar-benar dinikmati oleh masyarakat yang berhak, sesuai kewajaran konsumsi.
PT Pertamina Patra Niaga mencatat hingga akhir November 2024, jumlah pendaftar LPG bersubsidi 3 kg telah mencapai sebanyak 57 juta nomor induk kependudukan (NIK).
LPG 3 kg diperuntukkan bagi empat sektor pengguna utama, yaitu rumah tangga, usaha kecil, petani sasaran, dan nelayan.
Dari seluruh sektor tersebut, rumah tangga mendominasi penggunaan LPG 3 kg dengan kontribusi sebesar 85 persen, sementara 15 persen sisanya oleh digunakan usaha mikro dan lainnya.
Bahlil Lahadalia selaku Ketua Tim Penggodok Kebijakan Subsidi Energi menyampaikan skema pemberian subsidi LPG 3 kg diusulkan untuk tetap dilanjutkan tanpa perlu melakukan koreksi apa pun, sebab terkait dengan UMKM, ibu rumah tangga, serta konsumsi rumah tangga.
Lanjutan program QR Code Pertalite
Pertamina Patra Niaga terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya pengguna Pertalite, untuk mendaftarkan kendaraan dan mendapatkan QR Code demi subsidi yang tepat sasaran.
Jumlah pendaftar kode quick response (QR) bahan bakar minyak penugasan jenis Pertalite per 1 Oktober 2024 menembus 5.515.878 unit kendaraan.
Kode QR yang digunakan tersebut digunakan oleh Pertamina Patra Niaga untuk mencatat transaksi BBM penugasan secara lebih baik dan transparan, mengingat adanya anggaran kompensasi yang diberikan pemerintah untuk produk Pertalite.
Oleh karena itu, Pertamina sebagai operator memiliki kewajiban untuk mencatat konsumen dan volume transaksi BBM subsidi yang dimandatkan oleh regulator atau BPH Migas.
Penerapan pembelian Pertalite menggunakan QR Code tidak menjadi satu-satunya solusi yang diandalkan oleh Pemerintah untuk memastikan penyaluran subsidi energi tepat sasaran. Skema baru penyaluran subsidi energi menjadi fokus pemerintah, utamanya Kementerian ESDM yang kini dipimpin oleh Bahlil.
Bongkar pasang skema subsidi
Menentukan skema penyaluran BBM bersubsidi menjadi permasalahan pelik yang dihadapi oleh Pemerintah sepanjang tahun 2024.
Bahkan, pada akhir November 2024, pengemudi ojek online (ojol) sempat dibuat kepanasan oleh salah satu skema yang diajukan, sebab Bahlil mengisyaratkan untuk tidak memasukkan pengemudi ojol dalam daftar penerima subsidi BBM tepat sasaran.
Hal itu, menurutnya, karena kendaraan yang digunakan para pengemudi ojol untuk usaha, sementara subsidi BBM tepat sasaran yang disasar Pemerintah ditekankan untuk penggunaan transportasi publik.
Akan tetapi, pada awal Desember 2024, Bahlil meralat ucapannya dan memberi sinyal bahwa pengemudi ojol bakal tetap mendapatkan subsidi bahan bakar minyak (BBM), dengan menggunakan skema usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Bahlil mengatakan sedang mengkaji cara untuk membedakan kendaraan milik ojol dan yang bukan, mengingat skema subsidi BBM untuk transportasi sebelumnya disalurkan bagi kendaraan yang berpelat nomor kuning atau transportasi publik.
Skema pemberian subsidi BBM untuk UMKM ini akan dilakukan melalui insentif atau pengurangan harga barang, serta bukan melalui bantuan langsung tunai (BLT). Skema ini merupakan satu dari tiga skema yang dipersiapkan.
Skema lainnya adalah mengalihkan seluruh subsidi BBM menjadi bantuan langsung tunai (BLT), dan alternatif ketiga adalah dengan menaikkan harga BBM subsidi.
Pada Rabu (11/12), Bahlil mengatakan bahwa kajian mengenai skema baru penyaluran subsidi energi, termasuk bahan bakar minyak (BBM), sudah rampung.
Rencananya, keputusan mengenai skema baru penyaluran subsidi BBM akan dilakukan pada tahun 2025 mendatang.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun menyatakan akan ada basis data (database) tunggal untuk penyaluran bahan bakar minyak (BBM) subsidi.
Basis data tunggal itu akan menggabungkan seluruh basis data kependudukan yang ada, seperti Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), data PLN, hingga data Pertamina.
Pemerintah betul-betul menaruh perhatian pada ketepatan distribusi subsidi, sebab penerima yang salah dapat menyebabkan bocornya anggaran negara.
Bahlil mengungkapkan bahwa nilai subsidi energi yang kemungkinan tidak tepat sasaran mencapai Rp100 triliun dari total alokasi subsidi dan kompensasi energi tahun ini, yaitu sebesar Rp435 triliun.
Sudah terlalu lama kelompok masyarakat yang tidak berhak mendapatkan subsidi BBM malah menikmati fasilitas tersebut. Inilah yang menyebabkan subsidi BBM terus membebani APBN.
Oleh sebab itu, skema terbaru untuk penyaluran subsidi BBM diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk mencegah kebocoran subsidi energi pada tahun 2025. (ant/vsf)
Load more