Jakarta, tvonenews.com - Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat berpotensi diterapkannya kembali kebijakan tarif tinggi oleh Amerika Serikat. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Bakrie menyebut proteksionisme tersebut akan menjadi ancaman global yang harus menjadi perhatian.
Anindya Bakrie mengungkapkan hal tersebut saat menjadi pembicara dalam IndonesiaEurope Investment Summit 2024 yang diselenggarakan European Business Chamber of Commerce (EuroCham), di kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Senin (9/12/2024).
Dia mengungkapkan tarif impor tinggi yang akan ditetapkan Presiden Terpilih AS Donald Trump terhadap beberapa negara seteru dagang, misalnya China, akan mengubah lanskap perdagangan dunia.
Menurut Anindya Bakrie, pemerintah Indonesia perlu mengantisipasi kebijakan proteksionisme yang kemungkinan bakal diterapkan Trump, di antaranya dalam bentuk tarif impor yang tinggi. “Karena memang itu kayaknya tidak bisa dicegah,” jelasnya.
Untuk menghadapi dampak dari perang tarif tersebut, Anindya Bakrie mengapresiasi keputusan pemerintah yang ingin memperkuat kerja sama perdagangan dan investasi dengan negara-negara mitra, terutama Kanada, Uni Emirat Arab (UEA), Jepang, dan Australia.
Selama 2,5 pekan terakhir, pemerintah terus mengoptimalkan kerja sama Global South. “Kemitraan dengan negara-negara Amerika Latin dan Timur Tengah juga penting. Tapi dengan Eropa ini strategis, meski tidak gampang,” kata Anindya Bakrie.
Untung Rugi
Anindya Bakri sebelumnya mengungkapkan, sikap protektif Donald Trump bisa mendatangkan kerugian sekaligus keuntungan bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia. Salah satu kerugian yang bisa dialami Indonesia, menurut Anindya, adalah sulitnya produk ekspor RI masuk ke AS.
Untuk melindungi pasar dan industri dalam negerinya, pemerintah AS bisa memberlakukan tarif Bea Masuk (BM) yang tinggi atau menerapkan hambatan nontarif (nontariffbarrier), misalnya dengan alasan standardisasi produk, lingkungan, hak atas kekayaan intelektual (HAKI), dan lain-lain.
Sebaliknya, menurut Anindya Bakrie, terdapat keuntungan yang bisa dinikmati Indonesia melalui reaisasi berbagai perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) secara bilateral yang prosesnya sempat tersendat.
Dimencontohkan, perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif antara Indonesia dan Kanada atau Indonesia–Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA–CEPA) ditandatangani lebih cepat. Pemerintah Indonesia dan Kanada menandatangani ICA–CEPA pada Senin (2/12) lalu.
“Ada manfaatnya juga nih ketika Amerika bilang proteksionisme. ICA-CEPA itu dua tahun jadi. Terbukalah kerja sama bilateral yang selama ini tersendat,” ujar Anindya Bakrie.
Hal tersebut senada dengan pernyataan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Denis Chaibi yang mengungkapkan bahwa penerapan tarif tinggi oleh pemerintah Amerika Serikat, akan mendorong negara eksportir seperti China untuk mengalihkan pasar ekspornya ke negara-negara lain, termasuk Eropa dan Indonesia. (hsb)
Load more