Namun, izin impor tersebut justru diberikan kepada perusahaan swasta, PT AP, tanpa melalui rapat koordinasi lintas instansi dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Pada Desember 2015, dalam rapat Kemenko Perekonomian yang membahas potensi kekurangan gula kristal putih pada 2016, DS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), diduga menginstruksikan pertemuan dengan perusahaan swasta di bidang gula.
Dalam situasi ini, Kejagung menyebutkan bahwa impor seharusnya dilakukan untuk gula kristal putih, namun justru diizinkan untuk gula kristal mentah, yang kemudian diolah oleh perusahaan yang seharusnya hanya mengelola gula kristal rafinasi.
Setelah melalui proses pengolahan, gula tersebut dijual oleh PT PPI seolah-olah sebagai produk mereka. Gula itu kemudian beredar di masyarakat dengan harga sekitar Rp16.000 per kilogram, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang saat itu ditetapkan Rp13.000.
Kejagung mengungkapkan, PT PPI mendapat fee dari perusahaan-perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tersebut, yang berkontribusi pada kerugian negara sekitar Rp400 miliar.
"Menetapkan status saksi terhadap dua orang menjadi tersangka karena telah memenuhi alat bukti bahwa yang bersangkutan melakukan tindak pidana korupsi," lanjut Qohar.
"Adapun kedua tersangka tersebut adalah TTL selaku Menteri Perdagangan 2015-2016," ucapnya, menambahkan bahwa DS sebagai Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI periode 2015-2016 juga turut menjadi tersangka.
Load more