Korupsi Bikin Indofarma Belum Penuhi Hak Karyawan Sejak Februari, DPR Miris: BPJS, Pesangon, hingga Santunan Kematian Tidak Ada
- Indofarma
“Saya sangat prihatin dan berempati dengan kondisi yang dialami oleh karyawan Indofarma & anak perusahaannya. Terlebih lagi, seperti yang disampaikan tadi, banyak karyawan yang pada akhirnya kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, tak mampu membayar tagihan listrik dan air, hingga biaya pendidikan dan kesehatan, akibat gaji dan tunjangan tak dibayarkan. BPJS Tenaga Kerja tak dibayar, pesangon tak dibayar, bahkan santunan kematian tidak ada. Sangat miris sekali”, ungkap Amin Ak.
Sebagai informasi, sejak 2021 hingga 2023, Indofarma mengalami kerugian terus-menerus yang menyebabkan aset perusahaan tergerus sangat signifikan.
Angka penjualan tahun 2022 dibandingkan 2021 mengalami penurunan cukup drastis, dari Rp904,89 miliar menjadi Rp445,70 miliar atau turun 49 persen.
Akibatnya, kerugian meningkat dari Rp183,11 miliar (2021) menjadi Rp191,70 miliar (2022). Kerugian ini terus berlanjut hingga triwulan III-2023 (Rp90,71 miliar, laporan keuangan triwulan III).
Bersamaan dengan hal itu, perusahaan juga dihadapkan pada tuntutan ke pengadilan terkait penundaan kewajiban utang sementara (PKPU).
Sebagian besar (59 persen) aset perusahaan ini juga telah dijaminkan kepada PT (Persero) Bio Farma karena PT Indofarma Tbk tak dapat membayar utangnya kepada induk holding sebesar Rp604 miliar.
Berbagai Modus Penyelewengan Keuangan Indofarma
Berdasarkan dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Semester II 2023, BPK menguraikan sejumlah aktivitas yang berindikasi fraud atau penyelewengan alias korupsi yang menyebabkan kerugian negara sangat besar.
"Indofarma (INAF) dan PT Indofarma Global Medika (IGM) telah melakukan transaksi jual beli fiktif pada Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG)," sebagaimana tertuang dalam laporan IHPS Semester II 2023, dikutip Rabu (5/6/2024).
Selain itu, BPK juga menemukan penempatan dana deposito atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara (Kopnus) dan menggadaikan deposito pada Bank Oke untuk kepentingan pihak lain.
Lebih parah lagi, sekelas raksasa farmasi terbesar di Indonesia melakukan pinjaman online atau pinjol hingga melakukan penggelapan pengembalian pajak.
"Melakukan pinjaman online (fintech) serta menampung dana restitusi pajak pada rekening bank yang tidak dilaporkan di laporan keuangan dan digunakan untuk kepentingan di luar perusahaan."
Load more