Sleman, DIY - Bryan Yoga Kusuma, korban penganiayaan yang diduga dilakukan oleh dua anggota Satreskrim Polres Sleman, mendatangi Mapolda DIY, Senin (12/9/2022). Bryan datang bersama tim kuasa hukumnya yang diketuai Johnson Panjaitan.
"Bersama dengan saya ada mbak Gani, kemudian ada Albert, dan juga ada mas Yoga ini korban pengeroyokan yang dilakukan oleh pihak kepolisian yang terjadi di kantor polisi dan juga di Holywings. Kami datang ke sini dalam rangka menindaklanjuti proses yang kami anggap penuh rekayasa dan tidak transparan sehingga menimbulkan banyak persepsi dan prasangka," kata Johnson di Mapolda DIY, Senin (12/9/2022).
Dijelaskan Johnson, kasus penganiayaan yang menimpa kliennya sedang berkembang di dua jalur, yakni kode etik profesi polri dan kasus pengeroyokan. Saat ini penanganan kedua kasus tersebut telah ditarik dari Polres Sleman ke Polda DIY.
Saat pertemuan dengan Wakapolda DIY Brigjen Slamet Santoso, Johnson meminta penanganan kasus ini dilakukan secara on the track. Sebab hal ini dapat mengganggu kewibawaan dan marwah Polri.
"Kita coba luruskan supaya on the track, siapa kasusnya kode etik harus ditangkap, ditahan, diproses, dan saya kira harus diadili dan dipecat kalau memang benar-benar (bersalah). Jangan lagi ada proses bonsai ya, korting-korting, misalnya buktinya ada 10 yang ada tinggal 3, tersangka yang harusnya ada 5 tahu-tahu tinggal 2. Itu pasti ada proses-proses kayak gitu, trus ada tekanan-tekanan menghilangkan barang bukti atau obstruction of justice," bebernya.
Johnson menambahkan, ia mengaku sedih karena terduga pelaku pengeroyok Bryan adalah lulusan Akpol. Dua oknum polisi tersebut berinisial LV dan AR dari Satreskrim Polres Sleman.
"Kenapa saya bilang saya sedih? Kita waktu itu berusaha memperbaiki sekolah Akpol kita buat bikin polisi yang bener, bukannya dia malah ngeroyok di kantor polisi. Harusnya orang datang di kantor polisi aman dong, bukannya malah terjadi pengeroyokan kemudian dia berusaha mempertahankan diri," urainya.
Selain dua oknum polisi, Johnson menyebut setidaknya ada 4 pelaku lain yang diduga terlibat penyaniayaan. Salah satunya adalah seorang warga sipil berinisial KN.
Namun hingga saat ini KN yang disebut Johnson sebagai biang kerok peristiwa penganiayaan belum juga ditahan oleh polisi. Ia bahkan bebas berkeliaran dan diduga menyebarkan berita bohong lewat media sosial.
"Sebenarnya ini bisa sangat jelas kalau CCTVnya semua diambil dilihat dan ada, tapi kan ini semua jadi lucu karena tiba-tiba ada satu orang yang biang keroknya, justru main-main medsos padahal tadinya janjinya teman-teman kepolisian itu akan menahan dia dan mulai menyebut-nyebutkan institusi yang lain," ujar Johnson.
Sementara Wakapolda DIY Brigjen Pol Slamet Santoso mengatakan pihaknya tetap menangani kasus tersebut sesuai prosedur. Namun pihaknya mengakui adanya sejumlah hambatan yang membuat kasus ini berlarut dan belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Ada beberapa korban, saksi yang sampai bulan Agustus masih dalam kondisi sakit belum bisa diperiksa. Karena setiap awal diperiksa pasti kita tanya apakah dalam keadaan sehat? Nah ini ada beberapa saksi termasuk rekan kita Bryan dan Albert yang masih sakit waktu itu sehingga baru bulan Agustus bisa diperiksa," terangnya.
Slamet memastikan kasus ini juga sudah berjalan, baik dari sisi pidananya maupun dari segi kode etiknya.
"Saya pastikan bahwa kita laksanakan sesuai dengan prosedur dan tidak ada rekayasa-rekayasa ataupun obstruction of justice, tidak ada yang seperti itu," kata Slamet.
Adapun Slamet menyebut jika sidang kode etik kepada dua oknum polisi LV dan AR sudah dilaksanakan. Keduanya juga sudah dinon-aktifkan sementara dari tugasnya.
Namun hingga kini belum ada putusan yang dikeluarkan terkait sidang kode etiknya.
"Hasilnya nanti dari Kabid Propam akan dirilis," pungkasnya. (Apo/Buz).
Load more