Buntut Banjir Bandang dan Longsor di Wilayah Sumatera, Pakar UGM Sarankan Restorasi Vegetasi Hutan
- istimewa
Akibatnya, mayoritas hujan menjadi limpasan permukaan yang langsung mengalir deras ke hilir. Sementara itu, hutan yang masih utuh juga punya ambang batas kemampuan untuk menampung hujan yang jatuh.
Hatma mengungkap, deforestasi masif telah berlangsung di banyak kawasan hulu Sumatera. Di Aceh, misalnya, hingga tahun 2020 sekitar 59% atau kurang lebih 3,37 juta hektar wilayah provinsi ini masih berupa hutan alami.
Namun, data kompilasi BPS Aceh dan lembaga lingkungan menunjukkan, provinsi ini kehilangan lebih dari 700.000 hektar hutan dalam kurun 1990-2020. Artinya, meski tutupan hutan Aceh relatif masih luas laju kehilangan hutannya signifikan sehingga meningkatkan kerentanan terhadap banjir.
Kondisi lebih memprihatinkan tampak di Sumut. Tutupan hutan Sumut tinggal sekitar 29% atau kurang lebih 2,1 juta hektar luas daratan pada tahun 2020.
Hutan tersisa tersebar terframentasi di pegunungan Bukit Barisan bagian barat, termasuk sebagian Taman Gunung Leuser dan enclave konservasi seperti di wilayah Tapanuli. Salah satu benteng terakhir hutan Sumut adalah ekosistem Batang Toru di Tapanuli.
Adapun, Sumbar memiliki proporsi hutan sekitar 54% atau kurang lebih 2,3 juta hektar dari luas wilayah pada 2020.
Walhi Sumbar mencatat dalam periode 2001-2024, provinsi ini kehilangan sekitar 320 ribu hektar hutan primer dan total 740 ribu hektar tutupan pohon baik hutan primer dan sekunder. Bahkan, pada 2024, deforestasi di Sumbar mencapai 32 ribu hektar.
"Tragedi banjir bandang yang melanda Aceh dan Sumatera pada akhir November 2025 sejatinya akumulasi dosa ekologis di hulu DAS. Cuaca ekstrem saat itu hanya pemicu, daya rusak yang terjadi tak lepas dari parahnya kerusakan lingkungan di hulu hingga hilir DAS," ungkap Hatma. (scp/buz)
Load more