Kuasa Hukum Sri Purnomo Menduga Ada Oknum Lain Terlibat di Korupsi Dana Hibah Pariwisata, Singgung Nama Bupati Harda Kiswaya
- akun Instagram @sripurnomosp.
Sleman, tvOnenews.com - Kasus dugaan korupsi pengelolaan dana hibah pariwisata yang menjerat mantan Bupati Sleman periode 2010-2015 dan 2016-2021, Sri Purnomo nampaknya bakal menyeret nama lain.
Kuasa Hukum Sri Purnomo, Soepriyadi menyinggung nama Harda Kiswaya. Untuk diketahui, Harda merupakan Bupati Sleman periode 2025-2030. Namun saat kejadian itu berlangsung, dia menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sleman.
Dalam kasus ini, tanggung jawab terbesar atas persoalan dana hibah pariwisata tersebut seharusnya tidak semata-mata dibebankan oleh kliennya.
"Kami menduga yang saat itu menjabat sebagai Sekda Kabupaten Sleman sekaligus bertindak selaku ketua tim teknis dan ketua tim pelaksana kegiatan yang memiliki peran yang jauh lebih dominan dalam mengatur, melaksanakan dan memastikan jalannya penyaluran dana hibah tersebut," kata Soepriyadi dalam keterangan resminya Rabu (1/10/2025).
Menurutnya, tim teknis ini yang secara langsung menangani pelaksanaan di lapangan dan melakukan penelahan terhadap aturan dalam Surat Keputusan (SK) maupun Peraturan Bupati (Perbup), sehingga tanggung jawab pelaksanaan sesungguhnya berada pada level teknis tersebut.
Soepriyadi juga meluruskan tuduhan bahwa modus Sri Purnomo dalam kasus ini dengan menerbitkan Perbup Nomor 49 Tahun 2020 yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp10.952.457.030.
Pertama, Perbup Nomor 49 Tahun 2020 bukanlah produk subjektif yang lahir dari keputusan pribadi seorang kepala daerah, melainkan hasil kajian panjang yang melibatkan tim teknis kesekretariatan daerah, kejaksaan dan kepolisian.
Setiap pasal dan substansi di dalamnya merupakan hasil analisis administratif, pertimbangan teknis, serta evaluasi hukum yang disusun secara kolektif.
Kedua, Perbup tersebut justru bertujuan memperluas manfaat hibah pariwisata agar tidak hanya tersentral pada desa wisata dan desa rintisan wisata yang sudah ada, melainkan juga menjangkau kelompok masyarakat sektor pariwisata yang terdampak langsung pandemi Covid-19.
Kebijakan ini bersifat responsif, berpihak pada masyarakat luas, serta sesuai dengan tujuan dana hibah yang diberikan pemerintah pusat.
Ketiga, dugaan kerugian negara sebesar Rp 10.952.457.030 harus diuji secara ketat berdasarkan hasil audit resmi lembaga berwenang baik BPK atau BPKP.
Angka tersebut tidak dapat serta-merta dilekatkan pada tanggung jawab pribadi Bupati, karena pelaksanaan teknis penyaluran dana berada pada ranah tim pelaksana, bukan kepala daerah secara langsung.
Load more