Dibutuhkan ruang bebas hambatan dari pemanfaatan atau bentuk apa pun aktivitas yang berlangsung di dalam bangunan tersebut. Hal ini diperlukan untuk memberikan kepastian dampak yang berpotensi merugikan nilai penting dan fisik bangunan sehingga bisa ditentukan tindakan mitigasinya.
"Untuk keperluan memberikan ruang dan waktu yang maksimal, untuk pemetaan terhadap kerentanan beserta potensi-potensi kerusakan lainnya, maka disarankan untuk sesegera mungkin mengambil kebijakan penutupan akses masuk dan keluar dari sisi utara maupun selatan dari bangunan ini," papar Dian.
Terdokumentasi dari beberapa kajian dan riwayat penanganan, konservasi bangunan masih bersifat parsial. Hal ini karena keterbatasan situasi dan kondisi bangunan tersebut sebagai bangunan cagar budaya. Seperti diketahui, untuk menangani bangunan cagar budaya, ada aturan-aturan tertentu yang tidak bisa diabaikan begitu saja untuk menjaga orisinalitas bangunan.
Potensi kerusakan yang terdokumentasi adalah penurunan bangunan sampai 10 cm. Meskipun sudah ditangani, namun belum mampu secara maksimal menghentikan laju penurunan di masa berikutnya. Selain itu, muncul keretakan vertikal dan horizontal di sepanjang dinding dan sambungan struktur dan bagian lantai. Pun, terdapat potensi pengeroposan di dalam struktur bangunan akibat sistem jaringan drainase hujan yang dimiliki bangunan belum mampu berfungsi secara maksimal.
"Bangunan tersebut secara umum masih terlihat utuh, namun terdapat kerentanan yang sangat tinggi. Kerentanan ini tidak bisa hanya dikondisikan pada faktor-faktor yang membebaninya saja, tetapi perlu dilakukan upaya penyelamatan terhadap struktur bangunan itu sendiri," tutup Dian.
Selanjutnya, Dinas Perhubungan DIY maupun Dirlantas Polda DIY akan menindaklanjuti Hal ini dengan pengaturan arus lalu lintas yang terdampak di sekitar Plengkung Nirbaya yang ditutup. (scp/ard)
Load more