Yogyakarta, tvOnenews.com - Pemerintah berencana untuk menaikkan pajak barang jasa tertentu atau pajak hiburan.
Dalam Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pajak hiburan terhadap 11 jenis pajak ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen.
Sedangkan berdasarkan pasal 55, pemerintah memperbarui kebijakan dengan menetapkan batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen untuk jenis pajak diskotek, karaoke, klub malam, bar dan SPA.
Berkaitan hal tersebut Penjabat (Pj) Walikota Yogyakarta, Singgih Raharjo akan mendengar aspirasi para pelaku usaha hiburan di wilayahnya. Jangan sampai apabila kebijakan tersebut diterapkan akan berdampak terhadap sektor pariwisata di daerah ini.
"Tentu kita akan mendengar aspirasi dari pelaku usaha dan ini akan dilakukan bersamaan dengan ketugasan saya di Dinas Pariwisata DIY," ucap Singgih saat jumpa pers di Pemkot Yogyakarta, Kamis (18/1/2024).
"Hari ini dari kabupatan/kota diundang dan akan menjadi bagian dari evaluasi di pariwisata. Tentunya Pemkot akan melakukan hal yang sama. Meski tadi malam Pak Luhut juga meminta untuk menunda," sambungnya.
Menurut Singgih, perubahan pajak hiburan harus disikapi bersama di saat pemerintah mendorong sektor pariwisata untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Di sisi lain, juga harus melihat daya belinya.
"Tentu kita akan mempertimbangkan matang-matang kebijakan ini. Jangan sampai kita terapkan akan malah mematikan," tuturnya.
Di lokasi yang sama, Kepala Bidang Pembukuan, Penagihan dan Pengembangan Pendampatan Daerah, BPKAD Kota Yogyakarta, RM Kisbiyantoro mengatakan, kenaikan pajak hiburan otomatis masuk proyeksi PAD 2024.
Namun demikian, Pemkot Yogyakarta akan mengambil batas bawah dalam kebijakan ini yakni 40 persen. Hal ini melihat kemampuan pengusaha di wilayahnya.
"Juga jangan sampai berefek ke pariwisata," ucapnya.
Kisbiyantoro menyebut, realisasi PAD di Kota Yogyakarta pada 2023 sebesar Rp 803.673.277.480 atau naik 116 persen dari target Rp 695.288.581.456.
Tertinggi dari pajak hotel sebesar Rp 203.386.753.538, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) Rp 111.728.178.993, restoran Rp 85.515.152.289, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Rp 67.155.278.565, penerangan jalan Rp 55.536.976.324, hiburan Rp 11.634.345.114, reklame Rp 6.138.799.825, parkir Rp 5.157.499.759, air tanah Rp 4.287.462.697 dan sarang burung walet Rp 7.003.500.
"Di Yogyakarta secara pendapatan (pajak hiburan) tidak terlalu signifikan. Potensi kita tertinggi masih bertumpu pada pajak hotel, PBB. Selebihnya dibawah itu," kata Kisbiyantoro.
Hingga saat ini, Pemkot Yogyakarta juga belum menerima surat resmi terkait perubahan pajak hiburan meski kebijakan tersebut mulai berlaku 1 Januari 2024. (scp/buz)
Load more