Rohil, Riau - Seorang warga negara kebangsaan Myanmar, inisial YNM dituntut dua tahun oleh Jaksa Penuntut Umum, Kejaksaan Negeri Rokan Hilir, karena terbukti melakukan tindak pidana keimigrasian.
Tuntutan tersebut diperoleh dari laman SIPP Pengadilan Negeri Rokan Hilir, hasil dari isi tuntutan yang dibacakan JPU Abu Abdurrachman menyatakan terdakwa YNM telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana keimigrasian sebagaimana dalam dakwaan penuntut umum melanggar Pasal 126 huruf c UU RI Nomor 6 Tahun 2011.
Kemudian, menghukum terdakwa selama dua tahun penjara. Menetapkan barang bukti berupa E-KTP, kartu keluarga, akta kelahiran atas nama M. Yusuf dikembalikan kepada pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Rokan Hilir.
Terkait tuntutan ringan tersebut langsung disoroti Jarian selaku Koordinator Lembaga INPEST Sembagut Wilayah Kabupaten Rokan Hilir menjelaskan bahwa tuntutan jaksa tergolong ringan, dan berpotensi tidak menimbulkan efek jera.
"Kalau dituntut ringan, ini tidak membuat efek jera bagi WNA lainnya untuk memalsukan data diri ke wilayah-wilayah Indonesia. Hal kemungkinan ini akan menjadi leluasa WNA ke depannya dalam membuat data diri palsu," pungkas Jarian, Kordinator INPEST Wilayah Rokan Hilir, Jumat (28/10/ 2022).
Jarian menambahkan, seharusnya WNA yang telah melakukan tindak pidana keimigrasian sebagaimana dalam dakwaan jaksa pada pasal 126 huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 itu, ancamannya pidana penjara paling lama lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp500 juta.
“Setiap orang yang dengan sengaja: c. memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh dokumen perjalanan Republik Indonesia bagi dirinya sendiri atau orang lain,” jelasnya.
Dalam Dakwaan Jaksa Tidak Menyebutkan, Terdakwa Warga Asing Dari Mana ?
Hal ini dilihat dari dakwaan jaksa pada Jumat, 26 Agustus 2022 yang terlampir, terdakwa Youshaa Bin Nur Mohammad alias M Yusuf Pada Kamis 2 Juni 2022 sekira pukul 08.30 WIB, bertempat di Kantor Imgrasi Kelas II TPI Bagansiapiapi, Kecamatan Bangko, Kabupaten Rokan Hilir, mendaftarkan diri di aplikasi M-Paspor diteruskan dengan membuat permohonan pembuatan paspor.
Selanjutnya terdakwa mendaftarkan permohonan pembuatan paspor di aplikasi M-Paspor dan diharuskan membayar administrasi, dan petugas imigrasi meminta syarat keperluan pembuatan paspor dengan lampiran E-KTP, KK dan akta kelahiran atas nama M. Yusuf yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Rokan Hilir .
Tidak lama kemudian petugas imigrasi datang, memberitahukan agar terdakwa masuk ke ruangan khusus untuk diinterogasi, setelah diinterogasi oleh pihak petugas imgrasi, terdakwa mengakui bahwa ia adalah pencari suaka pada UNHCR yang ditempatkan Malaysia sesuai dengan Surat Nomor W4.IMI.IMI.5.GR-04-04-0831.
Bahwa terdakwa memberikan keterangan tidak benar pada saat pengurusan E-KTP atas nama M Yusuf pada tanggal 06 Januari 2021 ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Rokan Hilir.
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 126 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimgrasian.
Kepala Kanim Bagansiapiapi, Agus Susdamajanto, menambahkan berdasarkan pra penyidikan yang dilakukan oleh Kantor Imigrasi Kelas II TPI Bagansiapiapi, didapatkan beberapa kesimpulan yaitu tersangka merupakan Warga Negara Asing (WNA) pencari suaka yang memiliki dokumen yang dikeluarkan oleh UNHCR Malaysia yang menyatakan bahwa yang bersangkutan merupakan pencari suaka asal Myanmar.
Tersangka tertangkap oleh petugas Imigrasi pada bagian loket penerimaan berkas permohonan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia (DPRI/Paspor) karena dicurigai sebagai WNA yang akan membuat paspor pada saat melakukan permohonan berkas DPRI/Paspor, tersangka melampirkan dokumen kependudukan Indonesia yaitu: KTP, kartu keluarga, akta kelahiran dan buku nikah. (Dep/Nof)
Load more