Menurut massa, PN Medan dinilai telah menyalahi hukum yang berlaku dan melakukan diskriminatif dengan putusan. Pihaknya bahkan menuding pengadilan telah menerima gratifikasi dalam kasus ini.
"Kami menduga Ketua Pengadilan Negeri Medan dan Majelis Hakim yang menangani kasus tersebut ada menerima gratifikasi, karena putusan tersebut dinilai diskriminatif. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di badan hukum," kata Johan Merdeka.
Lanjutnya, Johan juga mengatakan, putusan pengadilan tersebut tidak mencontohkan hukum yang tegas untuk setiap warga negara di Indonesia. Hal tersebut menjadi tanda tanya besar kepada masyarakat. Pasalnya, korupsi besar tersebut terkesan diskriminatif.
"Setiap warga negara mempunyai hak sama di depan hukum, tetapi kenapa dengan uang jaminan sebesar Rp 500 juta kemudian Mujianto bisa dijadikan tahanan kota. Padahal jumlah korupsinya tidak sepadan dengan nilai korupsinya sebesar Rp 39,5 miliar, apalagi Mujianto dijadikan tahanan kota alasannya karena sakit," ucapnya.
Atas kejadian ini, Johan Merdeka akan melaporkan kepada Pengadilan Tinggi Medan dan Mahkamah Agung jika tuntutan mereka tidak dikabulkan oleh PN Medan.
Sebelumnya, Hakim PN Medan mengabulkan permohonan penangguhan penahanan Mujianto dari tahanan Rutan menjadi tahanan kota. Menurut hakim, Mujianto dalam keadaan sakit dan perlu perawatan. Selain itu, ada juga jaminan uang Rp 500 juta dan jaminan dari tokoh agama.
Mujianto didakwa dengan Pasal 5 ayat 1 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Load more