Dari Pelosok Desa Siti Najaliyah Membumikan STEAM
- Ahmidal Yauzar
Batubara, tvOnenews.com - Suasana pagi di ruang kelas 3 Sekolah Dasar Negeri 29 Sukaraja, Kabupaten Batubara, terdengar riuh meski murid di ruangan itu tak ramai. Grecia Jennifa Boru Aritonga dan 16 temannya tampak fokus menggulung kertas karton.
Dalam sekejap, mereka merangkainya dengan barang bekas berupa botol minuman, karet, stik kayu, kertas, dan lem. 'Eureka' Jadilah benda menyerupai roket dan kapal-kapalan.
Mereka lalu meniupnya dan meluncurlah kedua benda itu terhembus angin. Saat itu, mereka bukan sekadar membuat kerajinan tangan, melainkan belajar tentang energi gerak dan bagaimana sebuah benda bisa meluncur hanya dengan hembusan angin.
“Roket ini bergerak karena adanya energi angin yang dihembus dari mulut kita. Manusia juga begitu, kalau bergerak butuh energi. Energi itu dihasilkan dari apa? Dari sumber makanan yang kita konsumsi,” ujar Siti Najaliyah (40), guru di kelas tersebut, memulai pelajaran, Senin (10/11/2025).
Pelajaran yang disampaikan Najaliyah memang tidak didesain sebagai hafalan. Ia menggunakan pendekatan Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics (STEAM). Sebuah metode belajar yang mementingkan kreativitas anak untuk memecahkan masalah teknis atau sains. Pendekatan ini banyak digunakan di sekolah-sekolah di Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Cina, Australia, Korea Selatan, hingga Singapura.
Bentuk Mental Siswa Berani Sampaikan Gagasan
Masih di suasana kelas, setelah para siswa membuat hasil karyanya, Najaliyah memulai penjelasan tentang energi, lalu memberikan pertanyaan reflektif yang memicu rasa ingin tahu para siswa terhadap karya yang mereka buat
Apa yang membuat roket bergerak? Mengapa kapal-kapalan bisa melaju ? Pertanyaan-pertanyaan itu bergulir dari mulut ke mulut, meja ke meja hingga menjadi diskusi kecil, di antara murid-murid yang biasanya lebih sering
diam.
Tak lama, kelas berubah menjadi bengkel kreativitas. Murid-murid mencoba membuat roket meluncur dan memperbaiki bentuk kapal-kapalan. Mereka tertawa ketika percobaan pertama gagal. Tetapi setiap kegagalan itu mereka sambut dengan tepuk tangan kecil dan canda.
Siswa menunjukkan hasil karya kapal kapalan saat belajar dengan metode STEAM di SD Negeri 29 Suka Raja, Senin (10/11/2025).
Di akhir pelajaran, masing-masing siswa berdiri di depan kelas mempresentasikan apa yang mereka pelajari. Presentasi mereka sederhana dan terbata-bata, namun bagi Najaliyah itu adalah langkah besar memupuk rasa percaya diri.
Bagi Najaliyah di tangan kecil anak-anak ini, roket dari karton mungkin tak akan benar-benar terbang tinggi. Namun dari kelas sederhana itu, imajinasi dan keberanian mereka mulai meluncur jauh.
“Dengan pola ini, siswa sekarang terlihat lebih aktif berinteraksi dan lebih berani menyampaikan gagasan,” kata Najaliyah.
Begitulah keseharian Najaliyah membumikan STEAM selama dua tahun terakhir di sekolahnya. Dari dedikasinya itulah STEAM hadir di SD Sukaraja dengan bentuk sederhana diawali dari botol bekas, karton, dan kreativitas Najaliyah lainnya.
Kreativitas Najaliyah menerapkan STEAM tidak terbentuk begitu saja. Ia memperoleh pengetahuan itu saat mengikuti pelatihan STEAM di National Institute of Education (NIE) Singapore pada 2023. Pelatihan ini diberikan atas penganugerahan sebagai guru berprestasi dari Tanoto Foundation.
Dari pelatihan tersebut, Najaliyah menyadari bahwa menjadi guru bukan sebatas berceramah di depan kelas. Banyak yang mesti dipelajari, mulai dari adaptasi di lingkungan sekolah, memahami karakter siswa dengan status sosial beragam, hingga menentukan strategi belajar yang tepat dan mudah dipahami.
Ia masih ingat betul, sebelum mengikuti pelatihan STEAM, ia sering kesulitan mencari cara agar siswanya benar-benar tertarik dan antusias belajar. Ia pernah merancang pola belajar hasil kreativitasnya sendiri, namun saat diterapkan siswa kehilangan fokus dan menjadi pasif.
“Pernah merancang pola belajar sendiri tapi merasa kurang efektif. Siswa tidak fokus, pasif lagi. Mungkin waktu itu juga bersamaan dengan tuntutan administrasi sekolah yang menumpuk. Saking banyaknya tuntutan, rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) saja saya copy paste,” ujar wanita yang mengawali karier sebagai guru sejak 2008 itu.
Perubahan drastis dirasakan Najaliyah setelah mengikuti pelatihan STEAM dan Pengembangan Inovasi untuk Kualitas Pembelajaran (PINTAR) Tanoto Foundation pada 2018. Program ini menyasar penguatan dan perbaikan kualitas belajar di pendidikan dasar, dengan fokus pada literasi dan numerasi. Banyak perubahan ia rasakan, terutama dalam cara mengajar yang lebih kreatif.
Ruang kelas yang semula diisi satu murid per meja kini berubah menjadi pola berkelompok. Najaliyah juga menyampaikan kepada orang tua murid mengenai materi yang akan dipelajari dengan pendekatan STEAM.
“Pernah di awal penerapan STEAM, di grup WhatsApp orang tua murid saya kirim foto kegiatan anak-anak di kelas. Kebetulan polanya seperti bermain sambil belajar. Ada orang tua yang komplain, katanya kok nggak belajar. Tapi setelah dijelaskan, lama-lama mereka paham,” sebutnya.
Najaliyah mengakui, minimnya sarana dan prasarana menjadi tantangan dalam penerapan STEAM. Meski begitu, ia tak patah arang dan terus menerapkan pola-pola sederhana yang bisa dijangkau.
Najaliyah Role Model Guru Lain
Pola mengajar STEAM yang diterapkan Siti Najaliyah mendapat dukungan penuh dari Legiam Budi Nuri, Kepala Sekolah SD Negeri 29 Sukaraja. Menurutnya, Siti Najaliyah kini menjadi role model bagi para guru.
“Kini banyak guru yang belajar metode STEAM yang diterapkan Siti. Sebab hanya dengan pola sederhana memanfaatkan bahan yang ada di sekitar, dia mampu memberikan pengetahuan yang mudah dipahami murid-muridnya,” katanya.
Legiam sangat mendukung apa yang diterapkan Najaliyah meskipun sarana prasarana sekolah belum memadai, namun hal itu tidak menyurutkan tekad Najaliyah menerapkan STEAM.
Siswa melakukan ujicoba saat praktek dengan metode STEAM di SD Negeri 29 Suka Raja, Senin (10/11/2025).
Ia berharap ke depan Tanoto Foundation tidak hanya memfasilitasi pelatihan STEAM, tetapi juga fasilitas pendukung di sekolahnya.
“Harapannya anak-anak berkembang, sekalipun tinggal di pelosok. Saya berharap wawasan anak-anak bisa lebih baik,” katanya.
Berharap Muncul Najaliyah Baru
Medi Yusva, Regional Lead Tanoto Foundation, menjelaskan Siti Najaliyah, merupakan guru yang mengikuti program PINTAR yang diinisiasi Tanoto Foundation sejak 2018. Program ini dihadirkan untuk mengembangkan potensi diri para guru melalui pelatihan dan pendampingan.
“Jadi para guru bukan saja dilatih tentang materi ajar, tapi juga kemampuan IT, kemampuan memfasilitasi, berkolaborasi bahkan bagaimana melakukan pendampingan guru-guru sekolah mitra," katanya.
Lalu selama pendampingan, Siti Najaliyah dianugerahi sebagai guru berprestasi atas dedikasinya menerapkan pola belajar PINTAR ke para muridnya.
“Siti Najaliyah pun sudah sering diundang untuk memfasilitasi dan narasumber di event Pendidikan tingkat Kabupaten dan Provinsi, Ibu Siti Najaliyah juga sempat mewakili peserta dari Sumatera Utara mengikuti Pelatihan STEM di National Institute of Education (NIE) Singapore, tahun 2023," ujarnya.
Dia juga menerangkan program Pintar ini menggunakan pola pembelajaran aktif dengan konsep Mengalami, Mengamati, Interaksi, Komunikasi dan Refleksi (MIKIR). Metodenya pembelajarannya dua arah.
“Antara siswa dan guru yang dirumuskan dengan desain pembelajaran yang didalam ada proses mengalami, interaksi, komunikasi dan refleksi. Jadi pembelajaran yang diharapkan bisa lebih bermakna," ujarnya.
Ke depan Tanoto Foundation akan mengembangkan program ini agar muncul Siti Nazaliyah yang baru. (ayr/nof)
Load more