Menhut Serahkan 291 SK Tanah Ke 25 Ribu Kepala Keluarga di Sumut, Janji Selesaikan Konflik Tenurial
- Alfiansyah
Medan, tvOnenews.com - Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni, menyerahkan ratusan Surat Keterangan (SK) tanah kepada ribuan kepala keluarga di Sumatera Utara.
Hal tersebut disampaikannya saat menghadiri acara Lokakarya Perhutanan Sosial dan Temu Usaha KTH Sumatera Utara, di Hotal Grand Mercure, Kota Medan, pada Rabu (10/9/2025) siang.
Raja menyampaikan, ini merupakan program perhutanan sosial untuk menigkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan hasil hutan.
Selain itu juga, ini merupakan salah satu program strategis dalam mendukung asta cita Presiden Prabowo Subianto, tentang ketahanan pangan nasional dan energi baru terbarukan.
Ia menjelaskan, saat ini terdapat total 15.769 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), dengan rincian tingkat platinum 120 KUPS, Gold 1.350 KUPS, Silver 5.749 KUPS dan Blue 8.550 KUPS.
Kemudian, sebanyak 11.065 SK Perhutanan sosial telah diberikan kepada 1,4 juta kepala keluarga dengan luasan 8,4 juta hektare, dalam periode Januari hingga September 2025 se indonesia.
“Ini saya sampaikan khusus untuk sumatera Utara, telah terbit 291 SK dengan luas 113.697 hektare, melibatkan 25 ribu KK di Sumut, dan masih ada sekitar 400 ribu lagi yang nantinya akan kita berikan SK kepada masyarakat," kata Raja kepada tvOne, Rabu (10/9/2025).
Raja menegaskan, program sosial ini dilakukan guna menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan Ekologi.
“Hampir mustahil kita jaga hutan kalau masyarakat nya nggak sejahtera. Salah satu kuncinya adalah bagaimana kemudian dari kebutuhan ekonominya terpenuhi, sehingga aspek ekologi nya tercapai juga. Kombinasi dua ini yang kita harapkan, sehingga kita bisa memaksimalkan fungsi program sosial," sebutnya.
Lalu, saat disinggung soal konflik Tenurial, dan program Food Estate yang dianggap merampas tanah adat serta mengancam lingkungan serta nilai-nilai budaya, Raja menjawab akan menyelesaikannya secara bertahap.
Sebab konflik agraria tersebut jika dibiarkan, akan mengakibatkan masalah tumpang tindih wilayah antara pemerintah, perusahaan dan tanah adat. Hingga kriminalisasi tak dapat terelakkan terhadap masyarakat yang menolak pembangunan.
“Ya itu bagian yang harus kita selesaikan, kami sekarang sedang melakukan konsolidasi spasial, peta kita perbaiki kemudian kita melakukan survei lapangan. Nanti kalau ada dua yang tumpang tindih mana yang didahulukan, ini sedang kita kerjakan," pungkasnya. (als)
Load more