Menurut FMBP perusahaan hadir pertama kali pada tahun 1985 dengan HGU seluas 8.902 hektar, lalu pada tahun 2020 perusahaan memperpanjang izin dengan mengenclave (mengeluarkan) lahan 1.800 hektare atau 20 persen luasan HGU dan pada tahun 2020 HGU PT Agricinal menjadi 6.269 hektare.
"Kami mau tahu di mana saja lokasi luasan itu kalau ternyata lebih dari 6.269 ini merugikan negara. Kami mempertanyakan kemana luasan yang dikeluarkan itu jumlahnya sekitar 1.300 hektar, siapa pemiliknya," tegas Saukani.
Sementara itu, Manajer Legal PT. Agricinal, Afriyadi membantah semua tuduhan warga, menurutnya perusahaan memiliki HGU perpanjangan yang sah dan asli.
"Kami memiliki HGU sah dan asli. Selama ini memang HGU fotocopy yang kami tunjukkan namun FMBP tidak percaya. Lalu kami ajak cek HGU asli kami di Bank mereka tidak bersedia ikut, karena dokumen asli di perbankan," sebut Afriyadi.
Akibat blokade yang berlangsung selama 41 hari sambung Afriyadi, perusahaan dengan 828 karyawan mengalami kerugian material dan imaterial.
"Kami tidak bisa menggaji karyawan karena kurang lebih 700 ton CPO kami tidak bisa dijual akibat blokade, para karyawan diintimidasi, anak-anak sekolah terganggu, petani mitra kami tidak bisa masuk menjual buah sawit ke pabrik kami," ungkap Afriyadi.
Hingga hari ini Senin, (16/12/2024) aksi blokade yang dilakukan warga perwakilan lima desa ini masih berlangsung, mereka menutup akses pintu masuk dengan menggunakan material batu koral yang berada di pintu masuk serta menutup portal. (rgo/nof)
Load more