Medan, tvOnenews.com - Terhitung 1 Januari 2024 pemerintah mewajibkan pembeli gas LPG 3 Kg menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sudah empat hari berjalan masyarakat pemakai gas subsidi tersebut wajib mendaftar dengan KTP atau memeriksa data diri ke sub penyalur atau pangkalan resmi sebelum melakukan transaksi.
Kebijakan ini dilakukan untuk mewujudkan transformasi distribusi LPG 3 Kg agar tepat sasaran. Besaran subsidi yang terus meningkat supaya dapat dinikmati oleh masyarakat tidak mampu.
Namun, pengamat kebijakan publik Universitas Sumatera Utara (USU) Syafrudin Pohan menilai kewajiban menunjukkan KTP hanya untuk membeli gas itu sebagai kebijakan yang lebay (berlebihan). Memang, sejak 2007 subsidi gas LPG 3 Kg yang diinisiasi Wapres Jusuf Kalla itu belum ada semacam kontrol atau evaluasi sebagai pengukur kesuksesan kebijakan tersebut.
"Sejak diberlakukannya subsidi gas LPG 3 Kg waktu era Wapres Jusuf Kalla, waktu itu memang beralih dari minyak tanah sukses sudah 10 tahun lebih. Selama itu memang belum ada satu sifatnya mengontrol atau evaluasi apakah kebijakan subsidi sukseskah atau gagal, hanya cuma ada pemerintah akan memperketat tapi itu pun menghilang begitu saja," kata Syafrudin di Medan, Kamis (4/1).
"Jadi kebijakan itu kalau saya melihat, maknanya ditafsirkan kebijakan publik itu sepertinya karena di tahun politik karena kita masuk pada fase Pilpres Pemilu yang sebentar lagi (kebijakan seperti itu) saya kira tidak populerlah,” lanjutnya lagi.
Syafrudin menilai kebijakan wajib daftar pakai KTP untuk membeli gas subsidi 3 Kg ini adalah nyeleneh. "Karena kok ujug-ujug kok kemudian itu menjadi persyaratan untuk mendapatkan gas 3 Kg. Saya kira ini sebagai kebijakan yang lebay karena tidak memberikan dampak apa-apa pada masyarakat," katanya.
"Dengan adanya kolektivitas KTP nanti ada semacam klaim bahwa penyaluran gas di masyarakat itu sekian, itu bisa boomerang, lo. Karena belum tentu masyarakat mau kecuali semua penyalur sudah menyampaikan (sosialisasi wajib KTP) ini kan nggak ada. Ini kan mekanisme pasar saja, pasti tidak semua agen penyalur itu terinformasi (sehingga) bisa jadi efek boomerang," katanya.
Sudah empat hari kebijakan pakai KTP saat beli gas ini terpaksa diikuti oleh masyarakat. Seperti diberitakan sebelumnya, kebanyakan dari mereka pun mengeluhkan karena hal itu cukup merepotkan.
"Sangat repot sekali, proses administrasinya lumayan lama. Kemudian harus di survey tempat usaha. Yang didaftarkan kartu keluarga (KK), KTP dan survei usaha," kata seorang pelaku UMKM, Mulyadi.
Begitu juga dengan penjual gas LPG 3 Kg, kebijakan ini sangat merepotkan karena harus mencocokkan data NIK KTP pembeli dengan aplikasi Pertamina ke ponselnya. Hal ini juga berisiko menimbulkan antrean panjang calon pembeli LPG. "Kebijakan baru ini sangat merepotkan karena harus standby terus. Kemudian juga proses administrasinya cukup lama," kata seorang penjual gas LPG 3 Kg, Miskal. (iin/wna)
Load more