Pangkalpinang, tvOnenews.com - Kuliner lempah kuning Bangka, makanan khas daerah sebagai warisan budaya, menjadi simbol kehangatan keluarga dan kebersamaan masyarakat di Negeri Serumpun Sebalai itu.
Kuliner yang telah ditetapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai warisan budaya takbenda Indonesia pada 20 Oktober 2015 itu, tidak hanya diminati masyarakat lokal tetapi wisatawan nasional dan internasional.
Lempah kuning salah satu ekspresi dan pengetahuan budaya masyarakat Pulau Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, ini sudah berkembang pesat karena memiliki cita rasa khas daerah kepulauan.
"Saya berharap lempah kuning berbasis heritage ini bisa menasional dan mendunia," kata budayawan Provinsi Kepulauan Babel, Ahmad Elfian.
Tata boga berbasis heritage lempah kuning ini, menurut dia, yang harus ditampilkan bukan hanya rasa, melainkan lebih gastronomi, mulai dari bagaimana cara meracik bumbu, historis, filosofis, manfaatnya, bagaimana menghidangkannya, dan kapan lempah kuning tersebut dikonsumsi.
Gastronomi atau tata boga adalah seni atau ilmu akan makanan. Lempah kuning yang mengandung manfaat baik ini harus dipahami pengusaha kuliner makanan khas daerah ini. Jadi tidak sekadar menjual rasa, tetapi pelaku usaha kuliner harus juga menjual pengetahuan kepada wisatawan.
Lempah berasal dari dua kata yaitu “lem” merupakan bahasa melayu yang artinya merekatkan, menyatukan, atau menggabungkan. Sementara itu, kata “pah” artinya rempah-rempah seperti kunyit, cabai, laos, lada, garam, belacan, dan lainnya.
Jadi lempah kuning adalah masakan yang menyatukan atau menggabungkan rempah-rempah dengan ikan yang merupakan bahan utama kuliner tersebut.
Filosofi lempah kuning
Lempah kuning sebagai makanan keluarga harus dihidangkan dalam keadaan hangat karena kuliner ini tidak bisa dipanaskan berulang-ulang seperti halnya rendang dan lainnya.
Lempah kuning ini harus dihidangkan dalam kondisi hangat dan sekali makan sesuai dengan filosofinya yaitu simbol kehangatan keluarga. Dalam budaya Bangka, aturan kebudayaan masyarakat yang paling tinggi adalah makan dan duduk bersama-sama.
Hidangan makan dan duduk bersama yang paling tepat adalah lempah kuning karena bisa menghirup kuah, irisan ikan secara bersama-sama dan harus habis dalam sekali makan.
Nilai budaya yang terkandung dalam makan dan duduk bersama adalah cicit tegam hambus. Orang Bangka menyebut cicit artinya segala bentuk kebencian, tegam artinya perkelahian dan hambus arti pergi.
Jadi, dengan makan dan duduk bersama ini, maka segala permusuhan, perkelahian akan hilang dan tidak saling kenal menjadi berteman akrab. Budaya makan merupakan kultur masyarakat Bangka paling tinggi.
"Jadi, luar biasa nilai historis dan filosofi lempah kuning ini," kata Ahmad Elfian.
Oleh karena itu, para pelaku kuliner khas daerah ini diminta menyajikan lempah kuning bergaya lesehan, beralaskan tikar ayaman sehingga pelanggan bisa menikmati makanan ini dengan rasa kekeluargaan yang hangat, seperti lempah kuning muara, yang sangat terkenal di Kota Pangkalpinang.
Lempah kuning muara sangat menarik karena para pengunjung tidak hanya menikmati hidangan lempah kuning tetapi juga menikmati pemandangan muara atau kuala dan lalu lintas kapal nelayan.
"Saat ini lempah kuning muara ini berkembang pesat dan mampu memperkenalkan makanan khas Bangka kepada masyarakat luar," tutur Ahmad Elvian.
Kepala Seksi Bina Usaha Hasil Perikanan pada Dinas Perikanan Kabupaten Bangka Tengah, Atika Anggraini mengatakan, selama ini lempah kuning hanya jenis makanan khas daerah yang tidak pernah diciptakan dalam bentuk kemasan dan kaleng yang tahan lama dan bisa menembus pasar bisnis.
"Dalam mengembangkan produk ini, kami mencoba menggandeng pihak LIPI Yogyakarta untuk meneliti dan sebagai lembaga yang nanti menguji bahwa lempah kuning dinilai layak menjadi produk kemasan kaleng," ujarnya.
Pihaknya sudah mendaftarkan produk tersebut kepada LIPI dan sekarang masih menunggu proses dan responsif dari lembaga tersebut. "Kuliner khas daerah ini terkait produk makanan dan inovasi baru, tentu membutuhkan proses yang panjang untuk menjadi produk yang layak dikonsumsi," ujarnya.
Menuju internasional
Pemilik lempah kuning muara Pangkalpinang, Obi, bertekad mempromosikan lempah kuning Bangka tingkat nasional dan internasional, guna meningkatkan kunjungan wisatawan ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung khususnya Kota Pangkalpinang.
Lempah kuning muara ini disajikan dengan rempah-rempah khusus dari lepar ponggok Kabupaten Bangka Selatan dan sudah dilakukan secara turun temurun.
Cara memasak lempah kuning ini cukup mudah, tetapi cita rasa khas yang harus ada pada kuliner ini membuatnya sangat diminati masyarakat lokal, wisatawan domestik, dan mancanegara.
Selama ini sudah banyak tokoh nasional dan wisatawan mancanegara yang singgah untuk menikmati lempah kuning muara. Bahkan, mereka kerap kembali ke Bangka hanya untuk menikmati kuliner khas daerah itu.
"Kami terus mem-booming-kan kuliner ini melalui media massa, media sosial, dan lainnya agar lempah kuning ini lebih terkenal hingga ke dunia internasional," kata Obi.
Ia mengatakan, lempah kuning muara yang baru berumur setahun sudah mengalami kemajuan cukup pesat dan telah mempekerjakan puluhan orang sehingga dapat membantu pemerintah daerah dalam mengurangi pengangguran di Kota Beribu Senyuman.
"Alhamdulillah, sudah banyak wisatawan asing seperti Turki, Palestina, dan negara-negara lainnya untuk menikmati makanan khas Bangka ini," katanya. (ant/wna)
Load more