Surabaya, Jawa Timur - Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum KLHK) membongkar kasus peredaran kayu ilegal asal Papua sebanyak 57 kontainer.
"Dikirim dari Papua tujuan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya melalui dua kali angkutan kapal laut. Yaitu pada 19 November 2022 menggunakan kapal MV Verison sebanyak 30 kontainer dan 3 Desember 2022 sebanyak 27 kontainer menggunakan Kapal Motor Hijau Jelita," katanya kepada wartawan di Surabaya.
Hasil penyelidikan petugas Ditjen Gakkum isi keseluruhan 57 kontainer tersebut berupa kayu olahan gergajian "chainsaw" atau pacakan berbagai ukuran, dengan dokumen yang menyertai berupa nota lanjutan. Dirjen Rasio menjelaskan nota yang dipakai tersebut seharusnya digunakan untuk mengangkut kayu lanjutan atau "moulding".
Diketahui kayu-kayu ilegal tersebut milik enam perusahaan, masing-masing berinisial CV AM, CV GF, CV WS, PT GMP, PT EDP dan SKSHHKO, yang saat ini sedang ditindaklanjuti untuk diproses secara hukum.
"Kami akan menerapkan pidana berlapis. Jadi tidak hanya tindak pidana pencucian uang maupun tindak pidana kehutanan, kami juga terapkan tindak pidana korporasinya. Ancaman hukumannya sangat berat. Pertama pidana penjara seumur hidup maksimum. Kedua denda Rp1 triliun," ujar Rasio menegaskan.
Terdata Ditjen Gakkum KLHK dalam beberapa tahun terakhir telah melimpahkan sebanyak 1346 perkara pidana dan perdata kejahatan kayu ilegal ke pengadilan, serta menerbitkan sebanyak 2576 sanksi administratif terhadap para pelaku, khususnya yang melibatkan korporasi. Selain itu juga telah melakukan sebanyak 1888 operasi pencegahan dan pengamanan terhadap lingkungan hidup dan hutan di Tanah Air.
Sementara itu PT Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL) di lokasi yang sama menuturkan, perusahaan yang mengangkut kayu-kayu dari Papua tersebut, menegaskan bahwa pihaknya telah memenuhi semua prosedur pengangkutan barang di pelabuhan, ketika mengangkut kayu yang ada di kontainer SPIL dalam pelayaran dari pelabuhan Nabire, Papua menuju pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Karena itu SPIL mendukung penuh langkah tegas Gakkum KLHK dalam memberantas peredaran kayu ilegal dan mendorong terwujudnya kepastian hukum di industri pelayaran nasional.
“Kami tidak tahu jika muatan yang berada di kontainer yang diangkut oleh kapal SPIL dari pelabuhan Nabire, Papua merupakan kayu ilegal. Sebelum kontainer masuk ke kapal, kayu-kayu tersebut sudah dilengkapi dokumen yang berlaku. Kami mengangkut kontainer tersebut menuju pelabuhan tujuan yaitu Tanjung Perak, Surabaya karena semua dokumen (Nota Angkut, SKSHH-KO, dan semua dokumen terkait) telah lengkap dan mendapatkan surat izin berlayar (SIB) dari Otoritas Pelabuhan,” tegas Dominikus Putranda (Donny), General Manager Human Capital & Corporate Affairs PT SPIL.
Donny menjelaskan, adapun Nota Angkut/Nota Perusahaan yang menjadi syarat untuk pengiriman, dikeluarkan langsung oleh perusahaan pemilik barang. Pemilik kapal tidak memiliki pemahaman untuk memastikan keabsahan dokumen Nota Angkut/Nota Perusahaan tersebut.
“Oleh karena itu, paralel kami sudah menyurati KLHK untuk turut memberikan pendampingan agar kami memperoleh pemahaman terkait pengangkutan kayu,” jelasnya.
Sebagai upaya mendukung penegakan hukum dalam kasus kayu ilegal ini SPIL telah berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Dirjen Gakkum KLHK untuk memberikan informasi yang dibutuhkan di masa proses penyidikan berlangsung. Inisiatif SPIL ini merupakan bagian dari komitmen perusahaan bahwa berharap para pelaku illegal logging ini dapat ditindak secara hukum untuk memberikan efek jera dan tidak terulang kembali dan SPIL sebagai pelaku usaha pengangkutan ini dapat menjadi bagian dari penggerak ekonomi di wilayah Papua pada khususnya dengan semakin lancarnya pengiriman muatan kayu sesuai dengan tata kelola dan prosedur yang baik.
“Jika memang tidak ada jaminan bahwa setiap barang yang kami bawa dari pelabuhan di Papua aman, kendati sudah mendapatkan legalitas dokumen dari pihak yang berwenang, kami akan mempertimbangkan kebijakan kami di wilayah tersebut. Sebagai pelaku usaha kami butuh kepastian hukum dalam menjalankan bisnis ini. Jangan sampai perusahaan menjadi korban dari tindakan yang tidak pernah kami lakukan,” ujar Donny. (zaz/hen)
Load more