“Kalau ada tanaman-tanaman besar disitu ada sumber. Itulah bunyi petunjuk Sunan Giri kepada muridnya. Akhirnya menemukan sumber itu, yakni sumber Telaga Sendang Sono. Setelah ketemu sumber itu, Syekh Jamaluddin Malik memindahkan Masjid Polaman beserta surau pondok ke sini (Jalan Pandanarum Desa Suci) yang sekarang namanya Masjid Mambaut Thoat,” papar Syahid.
12 tahun kemudian, setelah ditemukan sumber mata air, Sunan Giri memerintahkan santrinya Syekh Jamaluddin Malik untuk melakukan tasyakuran karena menemukan sumber, dan tabarrukan untuk mengambil barokah dari air itu dengan cara sholat malam, mandi malam, dan kebetulan ditetapkan pada hari Rabu terakhir bulan Syafar.
“Dari tahun ke tahun tambah ramai, banyak orang berkumpul di telaga itu, hingga ramai orang yang berjualan dan saat itu dinamakan tradisi Rebo Wekasan, hingga saat ini dilestarikan tradisi Rebo Wekasan,” ujarnya.
Syahid menyebut telaga Sendang Sono dulunya digunakan tempat pemandian. Dan ada lima tempat pemandian di Telaga sejarah tersebut.
“Sendang wadon tempat Ibu-ibu atau perempuan, Sendang sumber lanang untuk laki-laki, terus yang besar namanya Guyangan untuk memandikan ternak sapi, kuda kerbau. Blumbang tempat mandi untuk keluarga, dan Kola tempat sesuci akan sholat, yang air akhirnya dialirkan ke sawah masyarakat tempo dulu di tahun 1990 sampai 1999 masih ada,” kata Syahid.
Syahid berharap ada keseriusan Pemerintah Kabupaten Gresik untuk melestarikan telaga tersebut, karena tradisi Rebo Wekasan bersumber dari sejarah telaga Sendang Sono yang merupakan tradisi tertua di Pulau Jawa.
“Rebo Wekasan ini sinkronis dengan situs-situs sejarah, dan Rebo Wekasan mampu sebagai budaya daerah. Seharusnya Telaga Sendang Sono dilestarikan menjadi cagar alam, atau aset Desa agar tidak terbengkalai seperti saat ini,” pungkasnya. (M. Habib/rey)
Load more