Banyak Kasus Pekerja Migran Indonesia di Kamboja, Migran Care Minta Pemerintah Ambil Tindakan
- tim tvone - happy oktavia
Banyuwangi, tvOnenews.com – Peristiwa yang dialami Rizal Sampurna (29), pekerja migran Indonesia asal lingkungan Sukowidi, Kelurahan Klatak, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi yang dikabarkan meninggal dunia di Kamboja, bukanlah kali pertama terjadi.
Bahkan, kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dari Indonesia ke Kamboja dan beberapa negara sekitarnya semakin banyak terjadi dalam beberapa tahun belakangan. Kebanyakan warga Indonesia dipekerjakan sebagai scamer dan admin judi online tanpa imbalan yang layak disana.
Pemuda ini berangkat karena iming-iming gaji tinggi dan motivasi mengubah nasib ekonomi keluarga. Namun 4 bulan bekerja, Rizal dikabarkan meninggal dunia.
Meski dikabarkan meninggal dunia, namun hingga kini dimana jasad Rizal serta bagaimana kondisinya juga masih belum diketahui pasti. Kasus ini masih ditangani oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kamboja.
Ketua Migran Care Banyuwangi, Siti Uut Rochimatin mengaku prihatin dengan apa yang dialami oleh Rizal Sampurna. Menurutnya ini merupakan bukti bagaimana lemahnya sistem pengawasan pemerintah baik pusat hingga desa, terhadap migrasi masyarakatnya.
"Perlindungan dan sosialisasi migrasi aman masih minim. Warga mudah tergiur karena tidak paham risikonya," kata perempuan yang akrab disapa Uut tersebut.
Uut menyebut selama ini Indonesia tidak memiliki hubungan soal pekerja migran dengan negara-negara seperti Kamboja maupun Myanmar. Sehingga dipastikan mereka yang berangkat ke negara tersebut lewat jalur ilegal atau unprosedural.
Namun belakangan tawaran kerja di Kamboja terlihat menggiurkan dengan iming-iming gaji selangit, tanpa syarat ketat seperti di dalam negeri. Bahkan, tingkat pendidikan juga bukan menjadi syarat yang berarti.
"Di balik iming-iming gaji tinggi, banyak PMI justru menjadi korban perdagangan orang dan kerja paksa. Janjinya adalah bekerja sebagai operator di perusahaan, eh justru akhirnya dipaksa menjadi scammer. Mereka ditarget menipu sejumlah orang setiap hari. Jika gagal target bakal ada hukuman, bisa tidak diberi makan atau gaji," ungkap Siti.
Fakta-fakta itu didapati Uut dari beberapa pekerja migran Banyuwangi yang berhasil lolos dari Kamboja. Sebab sejak 2022, Migran Care telah mendampingi pemulangan pekerja migran Banyuwangi dari negara itu.
"Migran Care pernah mendampingi pemulangan beberapa pekerja migran Banyuwangi di Kamboja. Saat itu ada yang dari Pesanggaran, Muncar, dan Srono," ujar Uut.
Uut menyebut usia produktif adalah yang paling banyak disasar oleh calo tenaga kerja tujuan Kamboja. Oleh karenanya informasi soal tawaran kerja di Kamboja banyak didapat dari media sosial. Bila sepakat berangkat, prosesnya singkat, dalam waktu dua minggu pekerja sudah bisa terbang ke Kamboja. Mereka sering dibawa diam-diam, bahkan sesama korban tidak saling mengenal.
"Seperti pengakuan salah satu korban, dia tahu info dari sosmed, setelahnya ketemuan di Jajag. Iming-imingnya adalah kerja jadi operator di salah satu perusahaan. Dua minggu langsung berangkat. Tapi setelah sampai justru disekap," jelasnya.
Dua bulan bekerja, korban berhasil melapor akhirnya dibantu pulang melalui Kementerian Luar Negeri. Sebelumnya korban mengajukan permintaan pulang secara mandiri ke tempatnya bekerja, namun jika ingin pulang secara mandiri PMI diharuskan membayar denda hingga Rp60 juta.
Uut mendesak agar pemerintah memperkuat kebijakan perlindungan PMI dan menindak tegas jaringan perdagangan orang. Tanpa upaya serius, fenomena ini dikhawatirkan akan terus memakan korban.
"Pemerintah pusat utamanya desa harus lebih ketat mengawasi warganya yang hendak bermigrasi. Perlu penguatan kebijakan, sosialisasi agar tidak semakin banyak korban. Memperbanyak lapangan kerja di dalam negeri juga menjadi solusi agar generasi kita tidak terjebak pada iming-iming yang justru merugikan," tutup Uut. (hoa/hen)
Load more