"Supaya mereka dapat merencanakan kehidupannya di masa depan. Seandainya, orang tua menjodohkan mereka, kan masih ada budaya menjodohkan, sehingga mereka berani mengatakan tidak, atau menolak," katanya.
Kepala Sekolah SMKN 2 Surabaya, Bambang Poerwowidiantoro, S.Pd., M.M menuturkan pihaknya akan terus mendorong agar anak-anak yang sudah menyatakan deklarasi stop pernikahan dini bisa menerapkan dalam kehidupan mereka hingga mereka cukup usia untuk menikah.
"Kita mencegah pernikahan dini karena pernikahan dini itu sudah bisa dipastikan akan merugikan anak-anak karena mereka belum siap betul berumah tangga," paparnya.
Dengan kegiatan ini, sambung Bambang, tentunya saja sangat penting. BKKBN adalah lembaga yang menerima mandat dari pemerintah pusat untuk mengurusi stunting. Untuk itu, pihaknya sangat menyambut baik bahkan mendorong guru-guru untuk ikut sehingga bisa mendampingi anak-anak untuk bisa menyerap informasi yang dibangunkan oleh para narasumber.
Deklarasi menolak pernikahan dini, diamini oleh Calista Nadia Pasha, pelajar SMK Negeri 2 Surabaya. Menurutnya, pernikahan dini belum memberikan kematangan usia atau kedewasaan berfikir.
"Berarti mental kita kayak belum (matang). Kalau menikah itu kan beda sama kalau kita diurusi mama ya, kita juga harus urusi orang lain, sehingga kalau kurang dewasa itu, angka perceraian tinggi," katanya.
Edukasi stop pernikahan dini di SMKN 2 Surabaya ini adalah sosialisasi yang kedua, setelah sebelumnya dilaksanakan kepada ratusan pelajar MAN Kota Surabaya. (msi/gol)
Load more