Surabaya, tvOnenews.com - Syarat kelulusan bagi mahasiswa program sarjana seringkali memerlukan tugas akhir yang biasa disebut dengan skripsi. Namun, saat ini telah ada metode lulus tanpa skripsi alias dilakukan dengan konversi.
Lulus Kuliah dengan Konversi PKM
Nidya Almira Xavier Herda Putri, mahasiswi Fakultas Psikologi angkatan 2018 lulus kuliah dengan konversi PKM Karsa Cipta. Menurutnya, konversi skripsi dengan PKM merupakan hal baru yang menantang. Sebab menurutnya, penelitian PKM sama sulitnya dengan penelitian skripsi.
“Aku merasa bahwa konversi skripsi dengan PKM adalah salah satu privilege yang aku miliki untuk merasakan pengalaman 'skripsi yang levelnya di-upgrade'. Maksudnya aku merasa bahwa apa yang aku kerjakan selama PKM kurang lebih sama dengan apa yang seharusnya aku lakukan ketika mengerjakan skripsi,” ucapnya.
Penyusunan PKM, sambungnya, sama seperti skripsi. Dari mulai pembuatan proposal berisi latar belakang hingga metode, bimbingan dengan dosen, sampai ke sidang dan penyusunan laporan akhir.
“Bedanya, di PKM ini aku bahkan dapat 'bimbingan ekslusif’ dengan tim pembina dari UNAIR dalam bentuk monitoring dan evaluasi bulanan, bantuan dana dari pemerintah, dan bisa merasakan langsung rasanya sidang di hadapan para reviewer dari luar daerah,” paparnya.
Fokus Tingkatkan Awareness Kesehatan Mental
Nidya membuat aplikasi self-care berbasis kecerdasan buatan sebagai upaya menurunkan risiko depresi bagi remaja yang diberi nama SEJATI. Prototype aplikasi dengan fitur-fitur yang sudah lengkap itu, telah diuji coba oleh beberapa orang dengan kriteria yang sudah ditentukan dan disesuaikan.
“Aplikasi ini terdiri dari fitur berupa rekomendasi aktivitas self-care, artikel kesehatan mental, mood tracker, serta ENO Chatbot, fitur utama kecerdasan buatan yang dapat mendengarkan cerita dari pengguna,” jelas Nidya.
Nidya mengatakan alasannya melakukan penelitian, untuk menurunkan risiko depresi karena depresi adalah gangguan mental dengan prevalensi tertinggi di Indonesia, terutama untuk kelompok remaja. Ia berharap aplikasi buatannya dapat terus dikembangkan.
“ENO jadi fitur utama karena harapannya chatbot ini bisa jadi teman cerita bagi para penggunanya, sehingga mereka bisa merasa didengarkan kapanpun dan di manapun. Jangka panjangnya, saya juga berharap aplikasi ini bisa mengurangi stigma kesehatan mental di Indonesia,” tuturnya.
Perkuat Iklim Kebebasan Akademik
Nidya mengaku awalnya tidak terpikir untuk melakukan konversi skripsi. Namun, semenjak bergabung dengan organisasi Garuda Sakti UNAIR, ia banyak belajar mengenai PKM dan mencoba untuk terjun langsung.
Sebagai penutup, Nidya menyampaikan harapannya agar program konversi skripsi seperti ini, dapat menjadi tonggak bagi iklim kebebasan akademik di lingkungan kampus.
“Semoga para mahasiswa bisa fokus pada pengalaman yang lebih praktis dan memberi mereka ruang untuk mengembangkan diri dalam bentuk apapun tanpa mengurangi esensi dan manfaat yang akan mereka dapat,” tukasnya. (msi/far)
Load more