Kasus Penganiayaan Janda, Ahli Forensik Pertanyakan Polisi Tak Terapkan Pasal Pembunuhan 338 KUHP ke Anak Anggota DPR
- tim tvone - zainal ashari
Surabaya, tvOnenews.com - Polrestabes Surabaya menetapkan GRT (31), anak Edward Tannur anggota DPR RI sebagai tersangka perkara penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian pada korban DSA.
Reza Indragiri Amriel, Pakar Psikologi Forensik mendorong penyidik Polrestabes Surabaya menjerat Gregorius Ronald Tannur (GRT) dengan Pasal 338, usai yang bersangkutan jadi tersangka kasus penganiayaan berat kepada Dini Sera Afrianti hingga korban meninggal dunia.
“Polrestabes Surabaya patut mendalami kemungkinan penerapan Pasal 338 KUHP,” kata Reza dalam keterangannya yang dikutip wartawan, Minggu (8/10).
Dia menyebut, perilaku kekerasan yang dilakukan GRT kepada korban terhitung sangat bengis dan bereskalasi. Reza memaparkan, dari urutan kronologi kejadian, terindikasi bahwa perilaku kekerasan GRT bereskalasi. Dari menyasar organ tubuh bagian bawah (kaki), ke organ tubuh bagian atas (kepala).
“Dari sebatas tangan kosong ke penggunaan alat yang tidak perlu dimanipulasi (botol), dan berlanjut ke penggunaan alat yang perlu dimanipulasi (mobil),” paparnya.
Menurut dia, eskalasi kekerasan sedemikian rupa, ditambah lagi karena tidak ada yang meleset dari organ vital korban, serta terdapat jeda antara menabrak dan kekerasan sebelumnya, mengindikasikan GRT sebenarnya berada dalam tingkat kesadaran yang memadai untuk meredam atau bahkan menghentikan perbuatannya.
Namun, lanjut Reza, alih-alih menghentikan tindakannya, dalam kondisi kesadaran tersebut GRT justru menaikkan intensitas kekerasan terhadap korban.
Reza menilai hal itu menjadi penanda bahwa GRT sengaja tidak memfungsikan kontrol dirinya untuk menahan, atau bahkan menghentikan serangan.
“Tapi justru memfungsikan kontrol dirinya untuk meneruskan dan bahkan memperberat perilaku kekerasannya,” papar Reza.
Kemudian, lanjut dia, dengan kondisi kesadaran dan aktivasi kontrol sedemikian rupa, patut diduga bahwa GRT punya pemikiran akan melakukan perbuatan yang dapat menewaskan korban.
Dengan kata lain, diperkirakan bahwa pada waktu itu di kepala GRT sudah muncul pemikiran atau imajinasi tentang kematian korban.
“Pada momen ketika pemikiran atau imajinasi kematian DSA itu muncul dalam benak GRT, maka dapat ditafsirkan lengkap alur perbuatan GRT dimana perilaku kekerasan bereskalasi dan disertai dengan imajinasi tentang kematian sasaran,” ujarnya.
Load more