Viral, Calon Kades Ditampar Orang Tuanya, Ini Kata MUI Bangkalan, Madura
- Tim tvone - dimas farik
Bangkalan, tvonenews. com - Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa / Pilkades Serentak pada Rabu kemarin (10/5) di Bangkalan, Madura, dihebohkan dengan dua orang calon Kepala Desa yang ditampar oleh orang tua perempuannya di depan warga setempat.
Sebelum mendapatkan tamparan di pipi kanan dan kiri, calon Kepala Desa bernama Jaka Yudgmha Satria dari wilayah Galis Bangkalan, sedang melewati kaki orang tua perempuan di depan pintu, tepat di pintu masuk rumahnya.
Setelah melewati berapa kali di bawah badan bawa orang tuanya, ia kemudian mencium kaki ibundanya. Setelah itu barulah ibu menampar pipi kanan dan kiri secara bergantian, anak pun diam tanpa berkata apapun.
Tak hanya itu, kejadian serupa dalam vieeo juga memperlihatkan, Calon Kepala Desa (Cakades) Longkek Bangkalan, bernama Ganda Putra Satria.
Dengan posisi badan terbentang, ibundanya melangkahi tubuh cakades secara berulang - ulang yang disaksikan sanak keluarga dan warga sekitar. Lalu ia meneima usapan di wajahnya, dan kedua pipinya ditampar. Usai cakades terima tamparan, ia mencium tangan ibu.
Aksi ritual sebelum berangkat ke panggung pemilihan Kades ini viral di media sosial.
Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesi Kabupaten Bangkalan, Muhammad Makki ksi Cakades lewat dibawah orang tua, merupakan bahasa tubuh yang mengakui dirinya lahir dari seorang ibu. Tanpa doa restu seorang ibu ia tidak berharga hidupnya
"Pilkades Serentaj di Bangkalan, ada Calon Kades yang lewat di bawah ibunya dan lain sebagainya, itu adalah bahasa tubuh yang mengakui bahwa terlahir dari seorang ibu, dan ia mengakui bahwa ia merasa lemah, doif, (dihadapan orang tua), keridhoan ibu serta doa restu orang tua," tuturnya Jumat, (12 /5)
Ia mengatakan, di ajaran agama Islam menganjurkan, bahwa seorang ibu berada di posisi yang utama.
"Jadi seorang ibu berada di posisi yang paling utama, dalam agama Islam. Jangan salah paham nanti dinyatakan syirik atau sebagainya, itu tidak diperbolehkan," terangnya.
"Bahasa tubuh seringkali lebih hebat dari sebuah kata - kata. Makanya dulu para leluhur kita, sesepuh kita dulu, karena minimnya pendidikan dan sebagainya, ia lebih banyak mengajarkan pakai bahasa tubuh bukan bahasa kata, seperti sungkem misalnya di kraton, itu apa maksudnya, maksudnya jiwa raga kami saya persembahkan," pungkasnya.
Load more