Ia menjelaskan kasus itu bermula dari laporan korban pemilik 11 bidang tanah pada 2018 yang mengaku sertifikat tanahnya sudah berpindah tangan tanpa sepengetahuan mereka.
"Pada 2016, sebanyak 11 pemilik tanah di Salatiga ini berencana menjual tanahnya kepada tersangka berinisial ES," katanya.
Para pemilik tanah masing-masing sudah menerima uang muka sebesar Rp10 juta dan dipinjam sertifikatnya untuk dicek di BPN. Seiring berjalannya waktu, sertifikat tersebut ternyata telah dibaliknamakan atas nama tersangka AH yang diduga sebagai pemodal dalam pembelian tanah tersebut.
Sertifikat yang sudah berubah kepemilikan itu, lanjut dia, justru dijadikan agunan ke bank yang berakhir dengan kredit macet. Johanson menyebut penyidikan kasus dugaan mafia tanah tersebut cukup sulit karena sudah terjadi beberapa tahun lalu serta sejumlah saksi sudah meninggal dunia.
Para tersangka dalam kasus dugaan mafia ranah tersebut selanjutnya dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan serta Pasal 266 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen.(ant/chm)
Load more