Hadi menambahkan, kendala yang dihadapi nelayan eks Cantrang adalah terkait kepengurusan dokumen, cek fisik kapal, dan terkendala finansial karena kepengurusan perijinan yang mulai dari nol hingga lengkap membutuhkan dana yang tidak sedikit.
"Kendala paling berat di pendanaan, karena semua proses perijinan dari nol lagi. Pungutan per 1 gross ton berat kapal sekitar Rp1.680.000, kalau kapalnya berbobot 100 gross ton berarti butuh biaya Rp168.000.000. Belum lagi proses perubahan gross akte, surat ukur, proses penerbitan dokumen lainnya, itu juga butuh biaya," keluhnya.
Dalam proses pengurusan perijinan melaut, para pemilik kapal dan nelayan eks cantrang berharap diberikan diskresi sambil menunggu penyelesaian perizinan peralihan eks cantrang ke alat tangkap jaringan tarik berkantong.
Paling tidak, nelayan diperbolehkan untuk melakukan satu hingga tiga kali trip melaut, agar persoalan finansial dalam mengurus perizinan tersebut bisa tercover. Namun permintaan diskresi melaut oleh para pemilik kapal dan nelayan eks cantrang tersebut tampaknya belum bisa terpenuhi.
Nelayan dipaksa untuk menyelesaikan perizinan, namun dalam mengurus perizinan masih banyak kendala yang terjadi di lapangan.
Sebelumnya keluar surat perintah dari Kakorpolairud Baharkam Polri dan perintah Direktur Kapal Pengawas PSDKP mengatur kapal nelayan yang melaut menggunakan alat tangkap cantrang harus mengurus perizinan peralihan alat tangkap.
Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan zero tolerance sekaligus bakal memberlakukan sanksi terhadap kapal cantrang yang masih beroperasi di kawasan perairan dalam rangka memastikan penangkapan ikan terukur dapat terlaksana dengan baik.
Load more