Puluhan Tahun Menumpuk, Gunungan Sampah di Kawasan Wisata Dieng Kini Disulap Menjadi Rupiah
- tim tvOne - Ronaldo Bramantyo
Ketua pengelola TPST Dewanata, Kabul Suwoto menuturkan, mesin pengolahan sampah dari Bank Indonesia tersebut memudahkan proses pemilahan sampah. Sementara itu, dalam proses pemilahan, sampah-sampah organik dimanfaatkan sebagai pupuk pada tanaman milik petani, yakni tanaman kentang. Untuk sampah anorganik atau sampah plastik dapat dijual.
“Sampah plastik ini laku dijual. Sementara itu, sampah organik masih dimanfaatkan untuk pupuk tanaman kentang. Hasilnya cukup bagus untuk tanaman,” katanya.
Dari 1000 kepala keluarga di Dieng, sampah yang dihasilkan kurang lebih 5 ton. Sampah tersebut kemudian dibawa ke TPST dan dipilah setiap harinya.
Dari 5 ton sampah, biasanya terdapat 2 ton sampah plastik yang laku dijual kembali dengan harga mencapai Rp1.000 per kilogramnya.
“Untuk harga sampah plastik ini harganya tidak pasti. Biasanya paling rendah Rp250 per kilo dan paling tinggi Rp1.000 per kilonya,” sebutnya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto, Rony Hartawan mengungkapkan, saat ini, Bank Indonesia (BI) tengah menaruh perhatian pada penataan dataran tinggi Dieng sebagai sektor pariwisata hijau. Hal tersebut sulit terwujud jika daerah tersebut masih terlihat kotor.
“Kita tahu bahwa ekonomi hijau menjadi sumber perekonomian baru. Bagaimana warga justru akan mendapat tambahan penghasilan dari perputaran sampah ini,” katanya.
Meski demikian, Rony juga menambahkan bahwa penggunaan TPST di Dieng saat ini masih belum optimal. Pasalnya, pengolahan sampah masih belum tersentuh dan masih terbatas pada pemilahan.
“Kita belum ngomongin pengolahan sampah menjadi paving block, batako, hingga maggot. Ini yang harus dipikirkan ke depannya,” pungkasnya. (Rbo/Ard)
Load more