Tangerang, tvOnenews.com - Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C Soekarno Hatta bersama Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mencegah penyeludupan 430 karton obatan-obatan ilegal.
"Berhasil mencegah pengiriman 430 karton obat tradisional (OT) tanpa izin edar (TIE) yang mengandung bahan kimia obat (BKO) dengan perkiraan nilai barang lebih dari Rp4 miliar," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani dalam keterangannya, Tangerang, Rabu (9/8/2023).
Askolani mengatakan pengungkapan itu berawal dari laporan BPOM bahwa akan ada paket yang masuk pengiriman melalui jalur transportasi udara.
Atas dasar itu, pihaknya bersama BPOM melakukan penindakan hingga akhirnya ratusan karton itu berhasil digagalkan. Selain itu, pihaknya juga mengamankan satu pelaku.
"Satu orang tersangka yang berperan sebagai pengirim dari barang bukti," katanya
Sementara itu, Kepala BPOM RI Penny K Lukito menambahkan pencegahan obat ilegal itu diketahui dari CV Panca Andri Perkasa yang beralamat di Neglasari, Kota Tangerang.
Atas dasar itu, BPOM berkoordinasi dengan KPU Bea dan Cukai Soekarno Hatta melakukan penindakan pada Rabu (2/8) dan berhasil mencegah pengiriman produk OT BKO tersebut.
"Pada dokumen pemberitahuan ekspor barang (PEB), produk ini diklaim sebagai nutrition suplement dengan tujuan ekspor Uzbekistan dan akan digunakan sebagai pereda nyeri, pegal linu, dan penggemuk badan," katanya.
Penny juga mengungkapkan pencegahan obat ilegal ini merupakan pengembangan kasus ke sarana lainnya yaitu ruko JNE, ruko samping ekspedisi di Depok, dan JNT Serpong.
Saat itu ditemukan produk Montalin 1.140.000 kapsul, Ginseng Kianpi Hijau 884.280 kapsul, Ginseng Kianpi Gold 196.440 kapsul, Samyunwan 432.000 kapsul dan Tawon Liar 872.000 kapsul sehingga total keseluruhan barang bukti sebanyak 3.524.810 kapsul dengan nilai ekonomi Rp14,1 miliar.
Atas temuan itu, pihaknya telah menjerat tersangka Pasal 196 Jo. Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pelaku pelanggaran ini terancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 Miliar
Sedangkan terhadap kegiatan memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki perizinan berusaha atau nomor izin edar, terancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.
"Hal ini sesuai Pasal 197 Jo. Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Pasal 60 angka 10 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang," pungkasnya. (raa/ebs)
Load more